Tim Advokasi Perlindungan Pekerja Perikanan dari YLBHI–LBH Bali, I Gede Andi Winaba dan Siti Wahyatun selaku kuasa hukum korban, Senin (8/9), memberikan keterangan pers di kantor setempat. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 21 anak buah korban menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melapor ke Polda Bali, 23 Agustus 2025. Kasus ini mendapat perhatian dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Bali karena diduga adanya keterlibatan oknum dari Kepolisian Air dan Udara (Polairud).

Menurut Tim Advokasi Perlindungan Pekerja Perikanan dari YLBHI-LBH Bali, I Gede Andi Winaba dan Siti Wahyatun selaku kuasa hukum korban, Senin (8/9), 21 orang ini berasal dari berbagai daerah seperti Lampung, Depok, Bekasi dan wilayah lainnya. Para ABK yang tidak mempunyai skill ini berusia antara 18 hingga 47 tahun.

Dalam keterangannya, dijelaskan Siti, para korban ini direkrut melalui media sosial Facebook. “Mereka tidak punya keahlian atau keterampilan terkait menangkap ikan,” jelasnya.

Namun karena diiming-imingi gaji mulai Rp 3 hingga Rp 3,5 juta, para korban mau dipekerjakan apalagi dijanjikan fasilitas, seperti BPJS. Sedangkan tempat kerjanya pada posisi ada di pengelolaan ikan dan kapal penampung ikan yang bertempat di Muara Baru, Jakarta.

Baca juga:  Bebaskan Lingkungan dari Sampah Plastik, Truna-Truni Desa Besakih "Ketog Semprong Ngedasin Besakih"

Namun faktanya, mereka justru diberikan upah Rp 35 ribu per hari atau jauh dari yang dijanjikan. Mirisnya, para korban ini dibebankan utang Rp 2,5 juta, yang salah satunya disebut bakal diberikan pada calo PKL (Perjanjian Kerja Laut).

Namun apa yang mereka impikan justru terbalik, malah penderitaan yang didapat. Sempat ada yang disekap dan hanya dikasih makan mie enam bungkus untuk dimakan sekitar 30 orang.

Masih dalam keterangan pers yang dilakukan YLBHI–LBH Bali, dalam kasus ini ada dugaan keterlibatan oknum petugas Polairud. Oknum ini sempat datang ke Benoa dan melakukan pendataan dua kali serta memfoto 21 orang yang disebut sebagai korban TPPO.

“Oknum berinisial PS dari Polairud itu memeriksa identitas calon ABK. Apakah mereka ada yang di bawah umur atau bagaimana,” ucap Siti.

Namun, kata LBH, saat oknum ini datang untuk kedua kalinya, oknum ini mengajak calo yang membawa berkas PKL untuk ditandatangani.

Karena ketakutan atas intervensi dan dimintai uang, para korban menandatangani PKL tersebut. “21 korban ini terdesak dan mudah ditipu daya dan dipengaruhi kekuasaan,” jelasnya.

Baca juga:  Tak Terima Dipecat, Pemuda NTT Serang Buruh Proyek di Kutuh

Jika menolak, mereka diminta ganti rugi Rp 2,5 juta. Oleh karenanya, pihak LBH meyakini adanya TPPO dan eksploitasi serta bentuk perbudakan modern yang bertentangan dengan HAM.

 

Pihaknya meminta kementerian terkait turun tangan guna mencari aktor di balik kasus TPPO ini. Satu langkah pasti yang telah dilakukan adalah melaporkan kasus ini ke Polda Bali.

Ia menjelaskan polisi telah memeriksa korban dan tiga saksi serta memeriksa para pihak yang dilaporkan yakni tiga orang calo atau agen berinisial TS, R dan A, kemudian pihak perusahaan berinisial R, I dan kapten kapal berinisial J.

Selain itu, ada juga oknum aparat kepolisian berinisial PS yang diperiksa karena diduga terlibat dalam kasus dugaan TPPO itu.

Dikonfirmasi terkait adanya dugaan keterlibatan oknum Polairud, Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Bali AKBP Nanang Prihasmoko mengatakan tidak ada.

Sebelumnya, terkait 21 ABK ini, Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, Kamis (4/9) mengatakan pihaknya terus melakukan pendalaman terkait dengan dugaan TPPO 21 calon ABK KM Awindo 2A. Menurutnya TPPO berkedok perekrutan ABK sejumlah 21 orang tersebut berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa, Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Barat (Jabar), Jabodetabek dan Banten.

Baca juga:  Empat Kategori Ekonomi Bali Berkontraksi

Baca juga:  Kapal Ikan Terbakar di Pelabuhan Benoa, Kurang dari Sejam Berhasil Dipadamkan
“Perekrutannya melalui media sosial dengan penawaran kerja yang menarik. Kemudian para korban dijemput, dibiayai perjalanannya, dikumpulkan di sebuah tempat di Pekalongan lalu seluruhnya dibawa ke Pelabuhan Benoa,” ujarnya.

Seperti diberitakan, Tim Opsnal backup Unit 5 Opsnal Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali, Kamis (14/8) mendatangi Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan. Tujuannya menjemput puluhan ABK yang mengaku ditipu calo yang mengiming-imingi gaji besar.

Awalnya, para korban asal Pulau Jawa ini mencari lowongan kerja di media sosial. Selanjutnya, mereka berkomunikasi dengan agen dan dijanjikan kerja di Bali dengan gaji besar. (Miasa/Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN