
DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha mengatakan penting bagi para pelaku usaha yang disegel pada saat sidak untuk menunjukkan seluruh dokumen perizinan terkait status usaha serta kesesuaian bangunan dengan regulasi tata ruang.
Ia menegaskan bahwa DPRD Bali melalui Pansus TRAP kini memperketat pengawasan terhadap kawasan Jatiluwih.
Langkah ini diambil untuk memastikan predikat Warisan Budaya Dunia (WBD) dari Unesco tetap terjaga dan tidak terancam oleh maraknya pembangunan beton yang menggerus lahan sawah.
Tiga pelaku usaha restoran di kawasan Jatiluwih yang disegel oleh Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali telah diminta keterangan dan kelengkapan administrasi oleh Kasatpol PP Provinsi Bali, Senin (8/12).
Sementara, 10 pelaku usaha lainnya akan dipanggil secara bertahap. Langkah Kasatpol PP Bali ini pun diapresiasi oleh Pansus TRAP DPRD Bali.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini menyampaikan bahwa kawasan yang terkenal dengan hamparan sawah teraseringnya itu kini berada dalam sorotan serius. Bukan hanya karena statusnya sebagai WBD sejak 2012, tetapi juga keberhasilannya meraih gelar Desa Terbaik Dunia dari UN Tourism pada 2024.
Namun, kejayaan tersebut dinilai akan sia-sia jika sawah yang menjadi identitas budaya Bali terus beralih fungsi.
Supartha menegaskan bahwa pengawasan Pansus bukan untuk menolak investasi maupun pembangunan, melainkan memastikan tata ruang tetap sesuai koridor pelestarian budaya sekaligus membawa manfaat bagi masyarakat.
“Aset yang membanggakan adalah keindahan sawah terasiring. Ini tak ada lawan tanding di dunia, hingga Unesco menetapkan sebagai WBD. Ini yang harus dijaga, jika ini mampu dijaga akan memberikan kontribusi bagi warga tanpa harus merusaknya,” ujarnya, Selasa (9/12).
Menurut Politisi asal Tabanan ini, perjuangan mendapatkan pengakuan Unesco sangat panjang. Jika pembangunan tak terkendali, status tersebut bisa dicabut. “Mari jaga bersama, jangan malah sumber daya tarik ini rusak, nanti dicabut status WBD nya oleh Unesco. Kita rugi semua,” sarannya.
Sejalan dengan penertiban, Supartha mengungkapkan bahwa Pansus TRAP tengah menyusun konsep solusi yang mampu mengharmonikan pelestarian sawah dengan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu ide yang tengah dikaji adalah penataan rumah penduduk menjadi homestay berstandar internasional, serta pengembangan restoran kuliner lokal yang higienis. Wisata berbasis aktivitas pertanian seperti panen padi, membajak sawah, hingga menangkap belut juga akan diperkuat sebagai daya tarik utama.
Selain itu, Supartha mengingatkan bahwa masih ada ruang terbatas untuk pembangunan di area WBD sesuai aturan. “Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” imbuh Supartha.
Ia menyebut ada area yang bisa dibangun, yaitu 3 kali 6 meter. Bangunan kecil ini dapat dijadikan kios usaha oleh pemilik lahan untuk menjual produk lokal seperti kopi atau jajanan Bali tanpa merusak sawah. “Konsep ini nanti mau dijelaskan, dibuat nantinya yang artistik dan nanti memang dimiliki oleh pemilik lahan, bukan investor luar,” ujarnya.
Pansus juga menekankan dukungan penuh bagi petani sebagai penjaga utama subak. Bantuan sarana produksi pertanian, jaminan pemasaran panen, keringanan pajak, hingga asuransi pertanian digodok agar produksi tetap terjaga sesuai konsep Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan LP2B. “Bisa saja para pemilik lahan nanti disentuh dari program pemerintah, misalnya beasiswa pendidikan satu KK satu sarjana,” ungkap Supartha.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali, Agung Bagus Praktisa Linggih, menegaskan bahwa persoalan ini harus menjadi wake up call bagi pemerintah untuk lebih serius memperhatikan kesejahteraan petani.
Menurutnya, kebijakan pemerintah selama ini terlalu fokus pada pelarangan alih fungsi lahan, namun kurang memberi solusi agar petani dapat hidup sejahtera dari sektor pertanian.
Politisi Partai Golkar ini menyoroti khusus kawasan Jatiluwih yang merupakan destinasi pariwisata kelas dunia dan sudah diakui UNESCO. Ia berharap Pemerintah Kabupaten Tabanan segera merumuskan kontribusi ekonomi pariwisata yang lebih jelas dan adil bagi para petani.
Dirinya mendukung langkah pansus TRAP terkait pembongkaran bangunan dan restoran ilegal, namun menilai bahwa penindakan terhadap gubuk-gubuk kecil milik petani harus menjadi bahan evaluasi pemerintah.
Ajus Linggih menegaskan bahwa petani lah yang sesungguhnya menciptakan daya tarik pariwisata Jatiluwih melalui kerja keras menjaga sawah dan terasering. “Sudah semestinya para petani mendapatkan bagian dari industri pariwisata yang mereka ciptakan,” tegasnya. (Ketut Winata/balipost)










