Dr. Drs. I Nyoman Subanda, M.Si. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah mengatur larangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah satu liter. Namun, karena berupa SE, sifatnya hanya imbauan. Demikian disampaikan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Dr. Drs. I Nyoman Subanda, M.Si, Rabu (3/9).

Ia menyarankan jika ingin memiliki sanksi hukum, aturan terkait Gerakan Bali Bersih Sampah harus berupa peraturan daerah yang sifatnya mengikat. “Yang paling mengikat itu Pergub atau Perda, karena itu memang harus ada persetujuan DPRD-nya,” jelasnya.

Ia pun memaparkan alasan perlunya kebijakan penanganan sampah dibuat dalam bentuk perda. Pertama, agar posisinya lebih kuat secara hukum. Kedua, karena untuk menyelesaikan permasalahan sampah di Bali itu membutuhkan anggaran besar, dan itu bisa dibuat kalau bentuknya Perda. “DPRD juga akan menyerap semua aspirasi masyarakat dulu sebelum menyetujui Perda,” ujarnya.

Baca juga:  Sikapi Larangan Produksi AMDK di Bawah 1 Liter di Bali, PAMTS Tunggu Arahan Pimpinan

Soal keterlibatan pengusaha, menurut Subanda, itu penting dilakukan mengingat kaitannya dengan investasi dan penyerapan tenaga kerja. “Itu kaitannya dengan struktural, dengan UMKM. Jadi, untuk menangani masalah sampah ini juga jangan sampai masalah yang lain muncul. Memang tidak gampang jadi pemerintah. Tapi begitu lah memang logikanya,” katanya.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum, mengatakan sebetulnya Pergub yang sudah ada pada periode sebelumnya itu sudah cukup untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan sampah di Bali. Tidak perlu lagi ada kebijakan baru seperti SE yang sifatnya juga tidak wajib dilakukan.

Baca juga:  Mess Pendeta Terbakar, Kerugian Capai 150 Juta

“Untuk apa banyak-banyak kebijakan dikeluarkan kalau tidak ada pelaksanaannya. Kalaupun mau mengeluarkan Surat Edaran, itu cukup untuk mengingatkan saja Pergub yang sudah ada. Tidak usah menambah-nambahi aturannya. Karena Pergub itu saja sudah cukup bagus, itu saja yang dieksekusi,” ucapnya.

Dia juga menegaskan tidak boleh ada kebijakan yang diskriminatif dalam penanganan permasalahan sampah di Bali seperti hanya diberlakukan terhadap satu jenis sampah plastik saja. Menurutnya, semua jenis sampah itu harus diperlakukan sama.

“Pergub kan juga sebenarnya sudah mengaturnya dan malah tidak tebang pilih. Pergub mengatur semua jenis sampah plastik dan bukan hanya plastik air minum kemasan sekali pakai yang kecil saja,” katanya.

Seperti diketahui, Provinsi Bali sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang cukup banyak terkait penanganan sampah pada periode lalu. Beberapa di antaranya adalah Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah; Perda Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah plastik Sekali Pakai.

Baca juga:  Bobol 3 Vila di Kuta, Residivis Gasak Empat iPhone dan Ratusan Dolar

Kemudian ada pula Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Keputusan Gubernur Bali Nomor 381 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat; dan Instruksi Gubernur Bali Nomor 8324 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat. (Ketut Winata/balipost)

 

BAGIKAN