Susana metatah massal yang digelar Desa Adat Pedungan, belum lama ini. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kegiatan agama dan adat yang dilaksanakan desa adat di Bali tidak pernah surut. Meski masih dalam masa pandemi, kegiatan masih tetap berjalan. Terlebih, kini setelah pandemi sudah mulai mereda, sejumlah desa adat di Bali mulai menggelar kegiatan keagamaan secara masal.

Demikian pula sejumlah desa adat di Denpasar. Beberapa desa adat telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan yang melibatkan ribuan krama. Seperti yang dilakukan Desa Adat Pedungan, Denpasar Selatan. Desa Adat ini telah menggelar upacara maligia punggel dan mepandes atau metatah massal.

Bendesa Adat Pedungan, I Gusti Putu Budiartha yang dikonfirmasi, Senin (8/8) mengatakan, program maligia punggel serta metatah masal ini telah menjadi agenda rutin desa adat dalam kurun waktu empat tahun sekali. Kegiatan ini bekerjasama dengan LPD setempat dalam membantu pendanaan. “Kita memiliki program rutin empat tahunan untuk melaksanakan kegiatan maligia ini,” ujar bendesa yang juga anggota DPRD Bali ini.

Baca juga:  Tolak Naiknya Harga BBM, Aliansi Bali Jengah Kembali Gelar Aksi

Kegiatan metatah masal ini bertepatan dengan Anggara Pon Merakih, Selasa (26/7) lalu. Desa Adat Pedungan bersinergi dengan LPD Desa Adat Pedungan menggelar upacara Maligia Punggel dan Mepandes/Metatah Massal  di Balai Adat Pura Dalem Penataran Anyar Pedungan.
Dalam prosesi mepandes massal ini ada yang menarik perhatian masyarakat, yakni dari 20 sangging yang bertugas menatah (mengasah gigi para peserta) tampak di antaranya Wali Kota Denpasar, IGN. Jaya Negara yang berkesempatan menjadi sangging. Jaya Negara mengatakan upacara potong gigi di Bali merupakan bagian dari upacara manusa yadnya. Ini merupakan konsep siklus hidup dari bayi di dalam kandungan, lahir, hingga perkawinan. Manusa yadnya merupakan filosofi untuk memanusiakan manusia.

Baca juga:  Segini, Jumlah Peserta Lulus Tes Tulis PPK Denpasar

Ia mengatakan upacara potong gigi di Bali dilakukan bukan tanpa makna. Potong gigi ini bermakna menemukan hakikat manusia dan terlepas dari sad ripu. Sad Ripu adalah enam jenis musuh manusia yang timbul akibat perbuatan yang tidak baik. Upacara potong gigi ini dilakukan sebagai doa dan ritual untuk membangkitkan kekuatan spiritual dalam melawan keenam musuh tersebut.

“Mepandes/metatah massal merupakan wujud bhakti kepada Sang Pencipta. Walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 kita harus tetap beryadnya, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, begitupun manusia dengan alam lingkungan harus tetap dijaga sebagaimana mestinya tetapi dengan catatan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan agar kita semua terhindar dari bahaya virus Covid-19,” kata Jaya Negara.

Sementara Prawartaka Karya I Gede Redita yang ditemui di sela-sela upacara mengatakan, rangkaian acara ini sudah dimulai dari tanggal 30 Mei 2022 lalu dengan matur piuning karya dan ngeruak, dilanjutkan ngajum puspa pada tanggal 22 Juli 2022, sedangkan pada Anggara  Pon Merakih tanggal 26 Juli 2022 ini dilaksanakan upacara metatah/mepandes massal yang diikuti 238 orang pemilet (peserta), sedangkan yang ikut nyekah sebanyak 253 puspa dan dipuput oleh Ida Pedanda Made Oka Pasuruan dari Griya Oka Ayunan Badung.

Baca juga:  Akhirnya, Krama Desa Adat Pedungan Punya Tempat Melasti yang Representatif

Lebih lanjut dikatakannya, kegiatan ini merupakan sebuah program dari Desa Adat Pedungan bersama LPD Desa Adat Pedungan. Yang mana program ini bertujuan untuk membantu dan meringankan beban khususnya pada situasi pandemi saat ini sehingga dapat menekan pengeluaran masyarakat dalam melaksanakan yadnya, dikarenakan semua ini gratis. (ara)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *