
DENPASAR, BALIPOST.com – Bali tak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan tradisi dan budayanya yang masih lestari hingga kini.
Salah satu tradisi sakral yang menjadi bagian penting dalam siklus kehidupan umat Hindu Bali adalah potong gigi, atau yang dikenal dengan sebutan mepandes.
Ritual ini bukan sekadar seremoni keagamaan, melainkan juga memiliki makna filosofis mendalam yang diwariskan turun-temurun.
Mari kita telusuri lebih dalam tujuh fakta menarik seputar tradisi mepandes—dari makna spiritual, tahapan pelaksanaan, hingga relevansinya di era modern.
1. Apa Itu Mepandes?
Mepandes, juga dikenal sebagai metatah atau mesangih, adalah upacara adat Hindu Bali yang menandai peralihan seseorang dari masa remaja menuju kedewasaan.
Dalam ritual ini, enam gigi bagian atas—empat gigi seri dan dua gigi taring—dikikir sebagai simbol pengendalian diri terhadap sifat-sifat buruk dalam diri manusia.
2. Makna Filosofis: Mengendalikan Sad Ripu
Upacara ini bertujuan untuk menghilangkan enam sifat buruk yang dikenal sebagai Sad Ripu: Kama (nafsu), Lobha (tamak), Krodha (marah), Mada (mabuk), Moha (kebingungan), dan Matsarya (iri hati).
Dengan mengikis gigi, diharapkan individu dapat mengendalikan sifat-sifat tersebut dan mencapai kedewasaan spiritual.
3. Simbol Kedewasaan dan Tanggung Jawab
Mepandes melambangkan bahwa seseorang telah siap memasuki fase kehidupan yang lebih dewasa, dengan tanggung jawab sosial dan spiritual yang lebih besar.
Ini juga merupakan bentuk penyucian diri agar lebih dekat dengan Sang Hyang Widhi dan leluhur.
4. Tahapan Upacara yang Sakral
Upacara mepandes terdiri dari beberapa tahapan penting:
Magumi Padangan: dilaksanakan di dapur sebagai simbol kesiapan berumah tangga.
Nekeb: masa isolasi diri sebelum upacara.
Mabyakala: pembersihan diri dari pengaruh negatif.
Sembahyang ke Pamarajan: memohon restu kepada leluhur.
Ngrajah Gigi: proses pengikiran gigi oleh pemangku atau pendeta.
Mejaya-Jaya: doa penutup untuk memohon berkah dan keselamatan.
5. Nilai Sosial dan Gotong Royong
Pelaksanaan mepandes melibatkan banyak pihak, termasuk keluarga, pendeta, dan masyarakat sekitar. Ini mencerminkan nilai gotong royong dan semangat kebersamaan dalam budaya Bali.
6. Pelaksanaan Massal untuk Efisiensi
Karena biaya yang cukup besar, banyak komunitas di Bali mengadakan upacara mepandes secara massal. Ini memungkinkan lebih banyak orang menjalani ritual ini tanpa beban finansial yang berat.
7. Relevansi di Era Modern
Meskipun zaman terus berubah, tradisi mepandes tetap relevan sebagai sarana pendidikan karakter dan spiritual bagi generasi muda Bali. Ritual ini mengajarkan pentingnya pengendalian diri, tanggung jawab, dan kedewasaan dalam kehidupan. (Pande Paron/balipost)