
AMLAPURA, BALIPOST.com – Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali melaksanakan upacara padudusan alit yang dipusatkan di Pura Penataran Agung Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, pada Selasa (30/9). Ritual ini digelar dalam menyikapi peristiwa kadurmanggalaan jagat Bali berupa blabar agung atau banjir besar yang melanda Pulau Dewata, khususnya Denpasar dan Badung, pada 10 September lalu, hingga memakan belasan korban jiwa.
Ketua MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet usai upacara mengungkapkan, padudusan alit ini digelar setelah dilaksanakan Paruman Madya Hari para sulinggih Pembina Yayasan Sabha Budhaya Bali. Hal ini juga berdasarkan kesepakatan bersama antara MDA Provinsi Bali dengan Yayasan Sabha Budaya Bali.
“Upacara padudusaan alit ini dilaksanakan tidak lewat dari 42 hari sejak peristiwa terjadi. Dan upacara padudusan alit disertai dengan upacara mapakelem di gunung, danau, dan segara, pada tanggal 21 Oktober 2025,” ujarnya.
Agung Putra Sukahet mengatakan, padudusan alit ini diikuti pihak yayasan, MDA kabupaten/kota, dan MDA kecamatan. Upacara bertujuan untuk mendoakan jagat Bali agar tetap rahayu. “Kita sebagai umat Hindu dresta Bali yang sangat meyakini Panca Sradha, Panca Maha Bhuta, sehingga kita meyakini setiap kejadian tidak terlepas dari faktor sekala dan niskala. Jadi, setiap ada kejadian pasti ada kesalahan-kesalahan sekala dan niskala-nya,” katanya.
Menurutnya, tujuan utama upacara padudusan alit adalah untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, dan kesucian bagi masyarakat dan lingkungan, serta untuk menjaga keseimbangan alam berdasarkan konsep Tri Hita Karana. Selain itu, upacara ini bertujuan meningkatkan sradha atau keyakinan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
“Upacara ini dilakukan untuk memohon perlindungan dan kesejahteraan bagi masyarakat, menjaga keseimbangan alam karena upacara ini sesuai dengan konsep Tri Hita Karana, yaitu menjaga keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Jadi, lewat upacara ini kita berharap, Ida Hyang Widhi Wasa dapat memberikan wara nugraha kepada kita semua,” katanya.
Dia menegaskan, banjir bandang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya masalah tata ruang. Yakni, aliran sungai makin dangkal dan menyempit, saluran irigasi atau got mampet, gorong-gorong menyempit, dan daya serap yang sangat sedikit, sehingga tidak mampu menyerap air secara maksimal ketika terjadi hujan deras seharian.
“Semua harus berbuat, masyarakat jangan membuang sampah sembarangan. Kalau pemerintah, agar membuat saluran irigasi yang baik, penyerapan bagus, aliran sungai diperbesar, serta jangan membiarkan semua (lahan) dipakai bangunan atau beton sehingga daya serap kian sedikit atau berkurang,” jelasnya. (Eka Parananda/balipost)