
MALANG, BALIPOST.com – Proses daur ulang untuk mengatasi persoalan sampah plastik terus digencarkan. Para produsen yang masih menggunakan plastik diingatkan untuk meminimalkan sampah.
Disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq, pihaknya akan memperketat aturan daur ulang.
“Yang pertama, kami strict (ketat) untuk melakukan penggunaan kembali atau mendaur ulang. Tadi malam sudah bertemu Bapak Menteri Perindustrian untuk membahas langkah kami,” kata Hanif di Kota Malang, Jawa Timur, Senin.
Dia menyatakan sampah plastik jika tak ditangani dengan komprehensif akan menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan yang serius, lantaran sulit untuk terurai secara alami.
Jika pun terurai, maka menghasilkan mikro plastik yang mampu berdampak pada terjadinya pencemaran lingkungan.
“Plastik menjadi problematik bagi lingkungan, yaitu sekali pakai. Ini menimbulkan masalah, mengandung bahan berbahaya beracun,” ujarnya dikutip dari Kantor Berita Antara.
Kementerian Lingkungan Hidup per 1 Januari 2025 juga telah menghentikan impor scrap plastik.
Selain itu, Hanif menyebut bahwa upaya meminimalkan penggunaan sampah plastik menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk produsen produk yang masih memanfaatkan plastik sebagai kemasan.
“Kami mengintervensi melalui extended producer responsibility atau EPR, yang sifatnya masih voluntary sedang kami tingkatkan statusnya menjadi mandatori,” ujarnya.
Upaya yang dilakukan untuk merealisasikan target penyelesaian masalah tata kelola sampah pada 2029, sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
“Tidak terkecuali plastik sehingga ada kontraksi rencana lebih kuat. Bapak Presiden telah meminta selesai di 2029 dan landasannya sedang kami susun,” kata dia.
Kemudian, Hanif mengatakan melakukan verifikasi awal ke tiga daerah di Malang Raya untuk mengetahui kesiapan menerapkan waste to energy.
“Yang sudah selesai saat ini adalah peraturan presiden soal waste to energy, yaitu membangun sampah menjadi energi, terkhusus di kabupaten kota yang memiliki timbulan sampah harian 1.000 ton per hari,” ucapnya.
Waste to energy disebutnya menjadi cara terakhir dalam mengatasi permasalahan sampah, lantaran untuk menerapkan itu membutuhkan persiapan yang matang.
“Artinya banyak resiko, seperti pendanaan yang cukup besar. Sehingga, saran saya itu menjadi langkah terakhir ketika sampah meledak, seperti di Bantar Gebang, Jakarta,” tuturnya. (kmb/balipost)