
SINGARAJA, BALIPOST.com – Dua aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Sekretariat DPRD (Sekwan) Buleleng resmi menggugat Surat Keputusan (SK) Bupati Buleleng terkait pemberhentian mereka ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Melalui kuasa hukumnya, keduanya mengklaim ada sejumlah kejanggalan dalam proses pemberhentian yang mereka anggap tidak adil dan sarat kepentingan.
Salah satu kuasa hukum, Made Ngurah Arik Suharsana Putra, SH., Jumat (25/7) menyebut kliennya, GAP, diberhentikan dengan hormat tanpa permintaan sendiri, namun dengan alasan indisipliner. Menurutnya, jika alasan pemberhentian karena pelanggaran disiplin berat, seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat.
“Kami mempertanyakan dasar hukum dari SK ini. Apakah klien kami dipecat karena dugaan perselingkuhan? Kalau iya, itu harus dibuktikan lebih dulu secara hukum, karena perselingkuhan atau perzinaan harus ada putusan pengadilan. Sementara sejauh ini belum ada,” jelas Arik.
Selain itu, ia juga menyoroti pernyataan Sekda Buleleng, Gede Suyasa, yang menyebut keberadaan kliennya menimbulkan kegaduhan dan mengganggu stabilitas kerja. Namun menurutnya, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan di DPRD dan Pemkab tetap berjalan normal, termasuk pelaksanaan Lovina Festival.
“Kalau dibilang bikin gaduh, gaduh seperti apa? Setahu kami tidak ada kekacauan. Kegiatan di DPRD tetap jalan, festival juga tetap digelar. Jadi kami nilai pernyataan itu tidak berdasar,” lanjutnya.
Pihaknya akan menempuh langkah hukum melalui PTUN untuk menguji keabsahan SK tersebut. “Langkah pertama kami adalah bersurat ke Bupati dan BKPSDM. Setelah itu, kami tetap akan menggugat ke PTUN. Karena keputusan pemberhentian sudah keluar sejak 21 Juli, waktu 90 hari untuk menggugat akan kami manfaatkan,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum ASN lainnya berinisial WI, Heru Aryo Terto Wibowo, juga menyatakan langkah serupa. Jika upaya audiensi dengan pihak Pemkab tidak membuahkan hasil, pihaknya akan membawa kasus ini ke tingkat provinsi, dan selanjutnya ke PTUN jika diperlukan.
“Kami juga akan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarkan surat pengaduan pribadi klien kami tanpa izin. Itu dokumen bersifat rahasia, di dalamnya ada identitas pribadi hingga nomor telepon. Akibat penyebaran itu, klien kami mendapat banyak hujatan di media sosial,” ujar Heru.
Menurutnya, kliennya kini dalam kondisi psikologis terguncang. “Baru menerima SK, belum sempat klarifikasi atau membela diri, langsung diberhentikan. Ini sangat memukul secara mental,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Dua oknum aparatur sipil negara (ASN) berinisial GA dan WA yang bertugas di Sekretariat DPRD Kabupaten Buleleng resmi diberhentikan dari statusnya sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Keduanya dijatuhi sanksi pemberhentian karena melakukan pelanggaran disiplin berat.
Pemberhentian ini dilakukan setelah Bupati Buleleng mengajukan permohonan penjatuhan sanksi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN). Permohonan tersebut kemudian disetujui dan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Bupati yang menetapkan pemberhentian kedua ASN tersebut.
“SK-nya sudah turun sejak Senin lalu. Dalam SK disebutkan, keduanya diberhentikan dengan hormat, namun bukan atas permintaan sendiri. Ini berdasarkan hasil pertimbangan dari Pertek BKN,” ujar Sekda Buleleng, Gede Suyasa.
Suyasa menjelaskan, kedua oknum ASN di DPRD Buleleng itu dianggap menimbulkan kegaduhan yang berdampak serius terhadap sistem dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. Masa aktif kerja GA dan WA disebut masih tersisa hingga awal Agustus, sebelum secara resmi diberhentikan dan seluruh hak serta kewajiban mereka sebagai ASN PPPK diputus. (Nyoman Yudha/balipost)