DENPASAR, BALIPOST com – Kemarau berkepanjangan mengakibatkan hampir semua bendungan dan embung di Bali mengalami penyusutan air yang cukup parah. Kerusakan hutan di hulu juga menjadi penyebab cepatnya air bendungan mengering.

Tahun ini menjadi yang paling parah dibandingkan musim kemarau panjang yang dipicu El Nino tahun sebelumnya. Selain itu, penyusutan air juga disebabkan terjadinya sedimentasi. Ini menjadi indikator rusaknya ekosistem hutan sebagai penangkap air hujan.

Baca juga:  Antisipasi Virus Corona, Alat Ini Dipasang di Bandara

Bendungan Palasari di Jembrana misalnya telah sejak sebulan lalu mengalami penyusutan air. Bahkan kondisinya jauh lebih buruk dibandingkan tahun 2019 lalu, ketika El Nino juga berlangsung.

Dari sekitar 8 juta meter kubik air yang bisa ditampung kini hanya tersisa sekitar dua ratus ribu meter kubik. Penyusutan yang terjadi hingga tanah dasar bendungan pecah-pecah karena kekeringan yang berlangsung lama.

Sementara itu di Karangasem, kekeringan juga dialami hampir sebagian besar embung. Dari tujuh belas embung yang tersebar di Bumi Lahar, 8 embung airnya sudah habis. Sementara sembilan embung lainnya dalam kondisi kritis karena cadangan airnya menjelang habis. Sejak sebulan lalu, embung Pasar Agung sudah menunjukkan level ketinggian air di titik nol, artinya air sudah habis.

Baca juga:  HPN 2021, Momentum Sinergi Bangkit dari Pandemi dan Pulihkan Pariwisata

Dua bendungan di Buleleng mulai sebulan lalu dilaporkan telah mengalami penyusutan. Bendungan Titab  di Busungbiu mengalami penurunan air sejak dua bulan sebelumnya. Sedangkan Bendungan Gerokgak menyusut sejak Agustus. (Nyoman Winata/balipost)

Simak selengkapnya di video

BAGIKAN