John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Fenomena bunuh diri marak terjadi di kalangan mahasiswa belakangan ini. Pada Oktober ini saja, sudah ada tiga kasus mahasiswa yang diduga bunuh diri. Kasus terakhir terjadi pada mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro pada Rabu (11/10). Korban berinsial EB 24 tahun ditemukan tewas di kamar indekosnya di Semarang. Sehari sebelumnya, di kota yang sama, mahasiswi Universitas Negeri Semarang (UNS) ditemukan tewas, diduga dengan meloncat dari gedung parkir lantai empat sebuah mall.

Polisi menemukan tas milik korban, tanda pengenal, kartu mahasiswa, serta secarik surat yang berisi permohonan maaf kepada keluarganya. Perbuatan yang sama dilakukan juga oleh seorang mahasiswi dari perguruan tinggi swasta ternama di kota Yogyakarta. Mahasiswi aktif berinisial SMQF pada (2/10) itu, nekat melomat dari lantai 4 dari gedung asrama, tempat ia tinggal.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019 mencatat bahwa Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100 ribu penduduk. Sementara Psikolog Anak, Astrid W.E.N mengungkapkan bahwa, biasanya gejala awal dari depresi yang berujung pada kecenderungan bunuh diri, berawal dari pikiran individu. “Kalau orang sudah merasa dirinya buruk, ya sudah buruk saja. Jadi ada kecenderungan masuk ke kondisi maunya mati saja,” katanya pada Jumat, 13 Oktober 2023.

Baca juga:  Tekan Kasus Bunuh Diri, Puskesmas Perlu Dilengkapi Tenaga Terlatih Kesehatan Jiwa

Sebuah kajian yang diterbitkan di dalam Journal of Adolescent Health (2021) melaporkan bahwa, kasus bunuh diri di kalangan kaum muda Indonesia meningkat selama sepuluh tahun terakhir. Kajian itu juga menyimpulkan, kasus bunuh diri paling sering terjadi di kalangan remaja berusia antara 15-19 tahun.

Ada pun faktor-faktor penyebab semakin tingginya angka bunuh diri di kalangan remaja di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni faktor individual, faktor sosial, dan faktor lingkungan.

Pertama, faktor individual ini mencakup persolan kesehatan mental seperti depresi, kekhawatiran yang berlebihan, termasuk penggunaan bahan-bahan yang merusak kesehatan pribadi seperti narkoba, obat-obat anti depresan, dll. Kedua, faktor sosial. Faktor ini mencakup tekanan kelompok sebaya (peer pressure), buli, isolasi sosial dan berbagai konflik yang terjadi di dalam berbagai relasi sosial. Ketiga, faktor Lingkungan. Ini termasuk berbagai disparitas sosial ekonomi. Disfungsi keluarga, di mana orangtua bercerai, kekerasan dalam rumah tangga, dan trauma masa kecil serta  terbatasnya akses terhadap berbagai layanan kesehatan mental, juga dapat menjadi pemicu tindakan bunuh diri.

Baca juga:  Kasus Bunuh Diri dan ODGJ Tinggi, Gianyar Rencana Siapkan Ini

Langkah-langkah Pencegahan

Upaya mengatasi persoalan bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa di Indonesia menuntut pendekatan komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentintangan, termasuk lembaga-lembaga negara, terutama lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam hemat penulis, sejumlah langkah pencegahan berikut dapat diterapkan. Pertama, pendidikan kesehatan mental.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat ada stigma yang berakar dalam di seputar isu-isu kesehatan mental. Kedua, layanan intervensi krisis. Perlu dibangun layanan intervensi krisis di berbagai sekolah dan perguruan tinggi yang secara khusus mendata secara dini para pelajar atau mahasiswa yang sedang berada dalam tekanan. Ketiga, lingkungan sekolah yang mendukung. Menciptakan lingkungan sekolah atau perguruan tinggi yang mendukung dan mempromosikan kesehatan mental positif adalah hal yang sangat penting.

Baca juga:  Kepemimpinan Indonesia di ASEAN

Keempat, akses terhadap layanan kesehatan mental. Memastikan layanan mental yang bisa diakses dan terjangkau bagi seluruh perserta didik adalah penting. Kelima keterlibatan masyarakat. Perbedaan sosial ekonomi dalam masyarakat dapat berakibat risiko bunuh diri di kalangan pelajar/mahasiswa, namun di satu pihak keterlibatan masyarakat dalam mengatasi persoalan ini, tidak boleh diabaikan.

Keterlibatan masyarakat terhadap pencegahan upaya bunuh diri dapat menciptakan jejaring bantuan yang dapat menolong upaya pencegahan atau pertolongan. Berbagai insiatif yang berbasis masyarakat, seperti gerakan penyadaran dan kelompok-kelompok pendukung, dapat memainkan peran penting dalam upaya pencegahan terhadap tindakan bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Melihat fenomena yang ada, bunuh diri di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia merupakan persoalan mendesak yang membutuhkan perhatian segera dari berbagai elemen masyarakat. Dengan memaparkan faktor-faktor penyebab tindakan bunuh diri, kita dapat memperoleh pemahaman tentang berbagai penyebab potensial, sehingga pada gilirannya, kita dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka, berdomisili di Yogyakarta

BAGIKAN