Paparan yang disampaikan Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam acara bertajuk "Peluncuran Hasil Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2001-2021)", di Jakarta, Selasa (20/6/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pelaku-pelaku kekerasan terhadap perempuan kerap berada pada profesi-profesi yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung masyarakat. Demikian catatan Tahunan Komnas Perempuan yang dirangkum selama 21 tahun.

“Siapa mereka? Pejabat publik, aparat penegak hukum, dosen, dokter, guru,” kata Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam acara bertajuk “Peluncuran Hasil Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2001-2021)”, di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (20/6).

Baca juga:  Bank Dunia Sebut Dua Kebijakan Ini Jadi Kunci Pemulihan Dampak Pandemi di Indonesia

Alimatul Qibtiyah mengatakan, lima persen dari total pelaku atau sebanyak 4.147 pelaku adalah terdiri atas 571 pejabat publik, 1.332 aparat penegak hukum atau TNI/Polri, 111 tokoh agama, 2.079 guru atau dosen, dan 54 tenaga medis.

Bahkan, dalam dua tahun terakhir ada peningkatan pelaku kekerasan dari profesi-profesi tersebut. “Dalam dua tahun terakhir, para pelaku ini meningkat menjadi sembilan persen,” katanya.

Alimatul Qibtiyah menambahkan karakteristik korban dan pelaku yang direkam Catatan Tahunan Komnas Perempuan dalam 21 tahun ini polanya tidak berubah, dimana korban cenderung lebih muda usianya dari pelaku.

Baca juga:  Erick Thohir Kukuhkan Pengurus FH BUMN

Selain itu, tingkat pendidikan korban juga lebih rendah dari pelaku. “Hal ini menunjukkan adanya relasi kuasa dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan,” kata dia.

Sementara Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani berharap Catatan Tahunan Komnas Perempuan dapat menjadi dasar pembentukan kebijakan yang berpihak pada perempuan korban, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

“Seluruh informasi dalam Catatan Tahunan memungkinkan gerakan perempuan dan gerakan HAM pada umumnya ini menggulirkan advokasi berbasis data, baik di level nasional, misalnya dengan pembentukan Undang-undang, maupun di kebijakan lokal, baik pada aspek pelindungan, maupun pemulihan untuk perempuan korban, serta memastikan ketidakberulangan,” kata Andy Yentriyani. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Januari - November 2022, Komnas Perempuan Terima 3.081 Aduan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *