Suasana persidangan Dewa Radhea digelar Kamis (8/9). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – JPU dari Kejati Bali pimpinan Agus Eko Purnomo, dkk., Kamis (8/9) membacakan dakwaan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, pemerasan dan TPPU di Pengadilan Tipikor Denpasar. Duduk sebagai terdakwa adalah anak Dewa Ketut Puspaka, I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa, S.E., M.BA.

Di hadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti, JPU dalam surat dakwaannya membeber peranan Rhadea. Salah satunya adalah pengganti Made Sukawan Adika dalam surat perjanjian sewa lahan Desa Adat Air Sanih ke Dewa Radhea (adendum I). Sesuai surat dakwaan jaksa yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar, terungkap bahwa sewa lahan Air Sanih itu selama 40 tahun dengan nilai sewa Rp25 miliar, seluas 58 hektare.

Jaksa dalam surat dakwaanya menyampaikan bahwa perkara ini dari Ir. Dewa Ketut Puspaka secara melawan hukum menyalahgunakan kekuasaan sebagai Sekda Buleleng, memaksa seseorang memberikan sesuatu yaitu PT TS berupa uang sekitar Rp12,5 miliar. Perusahaan ini melalui anak perusahaanya, PT. PEI, akan membangun terminal penerima dan distribusi LNG di Celukan Bawang.

Baca juga:  Diduga Pemotor Hanyut di Yeh Ho Ditemukan di Sanur, Kapolsek Kerambitan Bayar Kaul

Investor ini kemudian mengurus izin dan CV SK ditunjuk sebagai konsultan atas rekomendasi Dewa Puspaka. Sebelum menunjuk konsultan, Puspaka terlebih dahulu bertemu DAG yang merupakan Direktur PT TS.

Diceritakan jaksa, pada 2014, Puspaka dan Made Sukawan Adika, Direktur SK ke Jakarta untuk diperkenalkan pada DM yang merupakan orang kepercayaan investor, sekaligus membahas soal biaya konsultan. “Saat urus izin LNG tahun 2015, Dewa Puspaka juga menawarkan sewa lahan Air Sanih melalui proposal. Pihak TS tidak bisa menolak karena mengetahui Puspaka sebagai Sekda dan PT TS takut izinnya diperlambat,” tandas JPU.

Untuk sewa lahan, dibuatkan surat kuasa dari kelian adat bernama Putu Jeneng Kawi kepada Sukawan Adika. Terkait sewa lahan, kata jaksa, PT TS sudah melakukan pembayaran Rp12,5 miliar. Uang itu ditransfer ke Sukawan Adika, Hasyim, Made Chandra Berata dan terdakwa Dewa Rhadea. Yang kemudian uang itu akan diterima Dewa Puspaka.

Masih dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU juga membeber komunikasi, berupa SMS dan WhatsApp antara Dewa Rhadea dengan DM, setelah adanya adendum I. Mereka intens komunikasi soal progress, hingga soal pembayaran.

Baca juga:  Kasus Penutupan LABHI, Terlapor Diperiksa dan Mobil Diamankan

Bahkan transfer uang miliaran juga ada yang langsung ke rekening Dewa Rhadea. Percakapan via ponsel yang dibuka jaksa juga antara Puspaka dengan DM.

Masih dalam dakwaan jaksa, pihak investor mengirim uang ke rekening Dewa Rhadea sebesar Rp 1 miliar (10 Mei 2019), Rp 700 juta (28 Mei 2018), Rp 1 miliar (5 Februari 2018), Rp 500 juta (18 Juli 2019), dan Rp 1,5 miliar (16 Agustus 2019). “Total transfer dana ke rekening terdakwa Dewa Rhadea sebanyak Rp4,7 miliar,” ucap jaksa.

Lanjutnya, dari total Rp 12,5 miliar dana yang dikeluarkan investor, tidak ada uang yang diterima oleh Desa Adat Yeh Sanih selaku pemilik lahan. Hal ini membuat masyarakat Desa Adat Yeh Sanih merasa dirugikan oleh perbuatan Dewa Ketut Puspaka. “Jumlah uang sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih yang telah diterima oleh Ir. Dewa Ketut Puspaka, sebesar Rp 12,5 miliar yang “dibungkus” dengan perjanjian sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih yang sebenarnya lahan tersebut tidak pernah disewakan oleh masyarakat adat Desa Adat Yeh Sanih,” ucap JPU.

Baca juga:  Sejumlah Maskapai China Ajukan Penerbangan Langsung ke Pulau Dewata

Diduga Puspaka memanfaatkan saksi I Putu Jeneng Kawi yang merupakan Klian Adat Yeh Sanih untuk menandatangani surat kuasa yang seolah-olah desa adat membenarkan telah menyewakan lahan desa tersebut.

Atas dakwaan itu, kuasa hukum Dewa Rhadea, I Gede Indria, Ngurah Santanu dkk., keberatan atas dakwaan JPU. Terdakwa memutuskan mengajukan eksepsi.

Salah satu alasan adalah tidak sinkronnya jumlah kerugian antara yang dibacakan di surat dakwaan dengan angka yang tertulis. “Alasan kedua, bahwa dakwaan jaksa itu sebenarnya bukan untuk Dewa Rhadea, tapi lebih pada dakwaan Dewa Ketut Puspaka. Karena yang diuraikan di sana adalah peran Puspaka dan Sukawan Adika. Ketiga, bahwa dalam dakwaan ini, jaksa men-juncto-kan Pasal 55 ayat 1 ke 1. Ini artinya ada terdakwa lain yang duduk samping Dewa Rhadea,” sambung Indria. (Miasa/balipost)

BAGIKAN