Suasana penyeberangan Gilimanuk-Ketapang. (BP/Dokumen)

NEGARA, BALIPOST.com – Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) berimbas pada sektor layanan transportasi, termasuk penyeberangan Ketapang – Gilimanuk, Bali. Para pengusaha kapal penumpang di penyeberangan terpadat kedua di Indonesia ini merasakan dampak yang signifikan kenaikan bahan bakar tersebut.

Gabungan Pengusaha Angkutan Penyeberangan (Gapasdap) Ketapang-Gilimanuk mengharapkan ada penyesuaian tarif 20 persen hingga 30 persen. Ketua DPC Gapasdap Banyuwangi, Putu Widiana, kepada Balipost.com, Selasa (6/9) mengatakan Gapasdap meminta segera ada penyesuaian tarif penyeberangan Ketapang -Gilimanuk dalam dua hari ini.

Sebab, adanya kenaikan BBM pertalite dan solar ini, para pengusaha penyeberangan dipastikan tekor. “Kita mengharapkan ada penyesuaian tarif sekitar 20 hingga 30 persen. Sebenarnya sudah direncanakan ada penyesuaian bertahap sebelum BBM naik, tapi dengan kondisi sudah naik ini harus segera kita harapkan dalam satu atau dua hari ini,” ujar Widiana.

Baca juga:  Antrean Truk Beli Solar Masih Terjadi di Buleleng

Jika dalam waktu dekat ini tidak ada penyesuaian tarif, kapal yang beroperasi akan ada pengurangan. Opsinya, kapal hanya akan melayani di situasi jam padat. Atau kapal satu per satu akan keluar karena tidak kuat membeli BBM. Jam padat penyeberangan yang dimaksud mulai pukul 16.00 hingga 23.00.

Saat ini kapal masih bisa melayani karena masih ada sisa stok bahan bakar di kapal sebelum kenaikan BBM. Bila dikalkulasikan pembelian bahan bakar pasca-kenaikan, satu kapal pengisian 7.000 liter, ada penambahan biaya hingga Rp 11 juta lebih.

Baca juga:  Produsen Loloh Cemcem Penglipuran Alami Kekurangan Bahan Baku

Jika tarif penyeberangan tidak ada penyesuaian, dipastikan akan tekor senilai Rp 11 juta lebih sekali pengisian bahan bakar. “Kami harapkan pemerintah melakukan penyesuaian tarif dalam satu dua hari ini, kalau tidak kapal akan beroperasi di jam-jam padat saja. Atau, satu per satu akan keluar karena tak kuat beli BBM,” tegasnya.

Sebenarnya, sejak adanya penyesuaian tarif yang dimulai 2019, dilakukan bertahap. Namun masih kurang sekitar 35 persen belum dilakukan. Karena itu, penyesuaian tarif antara 20 hingga 30 persen dinilai cukup bagi pengusaha kapal bernafas.

Di sisi lain, General Manajer (GM) ASDP Cabang Ketapang, M. Yasin mengatakan penyesuaian tarif saat ini masih dalam pembahasan antara pemerintah dengan stakeholder yang terkait. Menurutnya dalam upaya penyesuaian tarif berdasarkan HPP (harga pokok perhitungan) perlu proses melakukan permohonan ke Kementerian Perhubungan.

Baca juga:  Setelah Hapus Tes COVID-19 bagi WNA PPLN, Satgas Tiadakan Juga Ketentuan Ini

“Butuh proses, seberapa besar (kenaikan) BBM mempengaruhi HPP. Kenaikan berdasarkan formulasi Kemenhub, tentunya tidak bisa mengikuti permintaan. Karena juga mempertimbangkan dengan daya beli dan keseimbangan penyedia,” kata Yasin.

Sehingga nilai penyesuaian itu penyedia jasa bisa beroperasi dan sesuai dengan daya beli masyarakat tidak bisa membeli. “Di sinilah peran pemerintah, kalau naik pasti naik, tapi berapa nilainya masih dalam pembahasan,” pungkasnya. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *