Aktivitas nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) saat panen ikan belum lama ini. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Peraturan Daerah (perda) Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat dan Perda Nomor 11 tahun 2017 tentang Bendega dinilai terjadi tumpang-tindih. Satu lagi perda yang juga berpotensi terjadi tumpang-tindih kewenangan adalah perda yang mengatur tentang subak. Untuk itu perlu harmonisasi ketiga perda tersebut. Namun sebelum proses itu selesai, dalam jangka pendek perlu menetapkan status quo agar tidak terjadi konflik.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bali, Ir. I Nengah Manumudhita, M.M., Kamis (5/5) mengatakan, ada pasal di perda desa adat mengatur daerah pesisir sedangkan pada perda bendega juga ada aturan tentang palemahan, pawongan, parhyangan. “Ini menimbulkan perbedaan persepsi, dan desa adat bisa menerapkan kewenangannya,” ungkapnya ditemui di Warung 63, Jalan Veteran.

Baca juga:  Nataru Aman, Kinerja Polda Bali Diapresiasi

Dengan demikian perlu sosialisasi tentang perda bendega agar para pihak baik bendega, desa adat mengetahui posisi masing-masing. “Perlu sosialisasi agar lahir harmonisasi. Bagaimana agar pihak desa adat, subak, bendega duduk bersama difasilitasi pemerintah dalam hal ini Gubernur sehingga jelas hal – hal yang perlu dijernihkan sehingga tidak berkepanjangan,” ujarnya.

Diakui, sosialisasi tentang perda bendega belum tersosialisasi dengan baik hingga saat ini. Padahal Gubernur telah menginstruksikan Dinas Perikanan dan Kelautan untuk melakukan sosialisasi.

Baca juga:  Di Tahun Kedua, Pihak Tak Lakukan Simulasi Bencana Dikenai Sanksi

Akademisi Hukum I Dewa Gede Palguna mengatakan, terjadinya disharmoni antara perda desa adat dan perda bendega harus dilakukan harmonisasi karena ada tumpang tindih kewenangan terkait dengan palemahan antara bendega dengan desa adat.

“Tidak baik jika terjadi konflik antarlembaga tradisional bendega dan desa adat begitu juga dengan subak, sehingga harus ada harmonisasi tiga perda itu,” ujarnya.

Dalam jangka pendek, supaya tidak terjadi konflik, sebelum adanya harmonisasi perda yang memerlukan proses karena perlu penyesuaian ketiga perda, maka dapat dinyatakan dalam status quo untuk persoalan yang kemungkinan terjadi konflik karena tumpang-tindih kewenangan yaitu, keadaan dikembalikan kepada ketentuan sebelum berlakunya perda desa adat. Dengan demikian tidak akan terjadi konflik kewenangan. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Ratusan Desa Adat Sudah Bentuk Satgas COVID-19
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *