Dua orang pengunjung pantai menjalani sangsi karena tidak memakai masker di Kuta, Badung, Selasa (8/6/2021). (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Lonjakan kasus COVID-19 di sejumlah wilayah di Jawa, tentu menjadi pelajaran bagi Bali. Bali harus terus menjaga agar tidak ikut mengalami lonjakan kasus COVID-19.

Menurut Ahli Virologi dan Molekuler Biologi Universitas Udayana, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, dengan terjadinya lonjakan kasus di Jawa, harus dilihat dulu tingkat testingnya. Kalau lonjakan kasus akibat meningkatnya pengujian, tentu wajar. “Lihat dulu database sebelumnya, apakah jumlah testing meningkat. Itu yang perlu dilihat dulu agar tidak panik,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (8/6).

Untuk di Bali, kata dia, peningkatan kasus bisa saja terjadi bila tingkat testing atau pengujian juga meningkat. Pihaknya berharap, agar Bali terus meningkatkan pengujian.

Baca juga:  Bali Buka untuk Wisman, Penurunan Zona Risiko Masih Jadi PR

Tingkat kasus meningkat akibat tingkat testing meningkat, dinilainya tidak masalah. Kalau tingkat pengujian rendah, tentu tidak tahu apakah kasus yang ada saat ini juga rendah, riil atau tidak. “Kalau di Bali ada penurunan kasus, belum tentu penularan COVID-19 juga menurun. Pasalnya untuk di Bali, tingkat testing masih rendah,” ucapnya.

Dikatakannya, jika terjadi peningkatan kasus COVID-19 di Bali karena diakibatkan masyarakatnya masih suka dengan Vitamin K alias Kerumunan.

Sementara itu Direktur Utama RSUP sanglah, dr I Wayan Sudana, mengklaim untuk Provinsi Bali cakupan vaksinasi adalah yang tertinggi di Indonesia. Cakupan vaksinasi di Bali sudah mencapai 10 persen dari total target vaksinasi yang ditetapkan, yakni di angka 70 persen dari total jumlah penduduk Pulau Bali.

Baca juga:  Informa Hadirkan "WOW Sale" hingga 30 September

Untuk 10 persen yang sudah mengikuti vaksinasi ini, Sudana mengatakan meliputi kalangan lansia, ASN, dan penduduk di wilayah zona hijau yang memang dipersiapkan untuk pembukaan Pariwisata Bali. “Dari pertemuan terakhir, kami mendapat informasi dari Kementerian Kesehatan RI cakupan vaksinasinya merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia,” katanya.

Meskipun diklaim sebagai yang tertinggi di Indonesia, namun proses vaksinasi di Bali maupun skala nasional, menurut Mahardika, masih lambat. Penyebab lambatnya pelaksanaan proses vaksinasi ini dinilai bukan disebabkan oleh pasokan vaksin yang kurang. Namun, masih banyak penduduk yang enggan untuk mengikuti vaksinasi. “Meskipun Bali merupakan yang tertinggi, namun pelaksanaannya masih lambat,” jelasnya.

Baca juga:  Sempat Ngaku Punya Riwayat, Jerinx Akhirnya Divaksinasi COVID-19

Dengan adanya vaksinasi, kekebalan komunal bisa terbentuk lebih cepat. Untuk mencapai komunitas yang bisa melawan pandemi, capaian vaksinasi harus cepat. “Tidak perlu 70 persen, 55 persen saja tercapai, maka kekebalan komunal sudah bisa dibentuk di satu kawasan,” tambahnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *