Kepala BPS Bali Adi Nugroho. (BP/dok)

Oleh Ir. Adi Nugroho, M.M.

Tahukah kita bahwa sedang ada pendataan sensus penduduk pada bulan September 2020 ini. Termasuk di Bali, karena memang dilaksanakan serentak secara nasional. Barangkali lebih banyak yang tidak tahu dibandingkan dengan yang tahu.

Padahal, idealnya semua penduduk tahu dan kemudian membantu dengan cara yang bisa ditempuh masing-masing. Tetapi sampai dengan pelaksanaannya yang ke-7 sejak Indonesia merdeka, Sensus Penduduk 2020 (SP2020) masih saja tidak banyak diketahui. Sedikit yang tahu itu pun sekadar tahu serba sedikit lalu sebagian di antaranya bahkan mencoba menghindar. Merasa terganggu untuk hal yang dianggapnya tidak bermanfaat.

Tidak mudah memang menunjukkan manfaat sensus. Karena yang pertama berkesempatan mendapat manfaat adalah pemerintah. Itu pula sebabnya mengapa pemerintah terus berkepentingan melaksanakan sensus secara reguler, meskipun biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.

Penduduk baru bisa mendapatkan manfaat, ketika berdasarkan data hasil sensus, pemerintah merancang lalu mengimplementasikan berbagai program pembangunan, yang pada ujungnya dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan atau kemakmuran penduduk. Itu pun tidak terlalu mudah dirasakan.

Seperti kalau pemerintah membangun saluran irigasi, misalnya, apakah langsung terasa sebagai memakmurkan rakyat? Membangun jalan, trotoar, pelabuhan, bandara, rumah sakit, sekolah, pasar, pembangkit listrik dan seterusnya, yang pertama terlihat barangkali adalah bahwa pemerintah sedang menjalankan urusannya. Manfaatnya bagi rakyat, mungkin hanya samar-samar terlihat. Apalagi, manfaat dari sensusnya. Samasekali tidak akan terlihat dari sana.

Sekalipun bisa dipastikan bahwa semua pembangunan itu tadi didasarkan pada data yang (sekurangnya sebagian) dihasilkan dari sensus. Bahkan ketika program-program pembangunan tersebut sudah berjalan baik. Bahkan ketika rakyat sudah merasakan menjadi makmur, pun manfaat sensusnya tetap tidak terlihat atau terasa.

Mengetahui bahwa penduduk Bali berjumlah 3.890.800 jiwa hasil Sensus Penduduk 2010, barangkali dipandang tidak penting bagi sebagian besar penduduk. Ditambahi pun dengan data lain bahwa dari sejumlah itu, laju pertumbuhan penduduknya sebesar 2,14% per tahun, mungkin juga tetap belum dirasa menarik.

Baca juga:  Angka Kemiskinan

Padahal dari dua informasi itu saja, berbekal kalkulator kecil pemerintah bisa menghitung bahwa pada tahun 2020 ini, penduduk Bali bisa menjadi sekitar 4.723.400 jiwa. Dan dengan mengetahui itu, pemerintah bisa memperkirakan berapa ton beras yang harus selalu tersedia sebagai jaminan ketersediaan pangan wilayah. Dari situ, berapa kebutuhan pengangkutannya, berapa potensi sediaan lapangan kerjanya, berapa total potensi ekonominya dan seterusnya, juga bisa diperoleh gambarannya. Dan, dengan mengetahui itu, pemerintah bisa efisien serta optimal dalam memenuhi dan memanfaatkan segala potensi dan peluang yang menyertainya.

Untuk siapa semua itu kalau bukan untuk rakyat atau penduduk. Itu baru soal beras. Yang lain masih banyak lagi; listrik, sekolah, layanan kesehatan, berbagai infrastruktur perhubungan dan komunikasi, keamanan, kebersihan dan seterusnya yang kesemuanya harus terus dibangun, dipelihara dan dikembangkan untuk kemakmuran seluruh rakyat. Dan dalam membangun itu semua, rujukan utamanya adalah data populasi (seluruh penduduk) hasil sensus penduduk. Itu sebabnya sensus penduduk mensyaratkan seluruh penduduk harus terdata untuk dicatat kondisi kependudukannya dan tidak boleh membiarkan satu orang pun terlewat. Ketentuan tersebut juga berlaku pada SP2020 sekarang ini.

Karenanya, janganlah menghindar. Jangan pula bersembunyi. Tanpa dihindari dan ditinggal bersembunyi pun, pelaksanaan sensus sudah tidak mudah. Di tengah kepadatan permukiman, petugas sensus berhadapan dengan mobilitas penduduk yang untuk bisa ketemu saja seringkali tidak mudah. Setelah bisa bertemu pun, terkadang tidak bisa optimal mengumpulkan keterangan oleh keterbatasan waktu wawancara, karena sudah terlalu sore atau terlalu malam ketika berkesempatan ketemu.

Di pelosok perdesaan yang jarak antara rumah tempat tinggal penduduk berjauhan dan bahkan tidak sedikit yang dipisahkan perbukitan, hutan, sungai dan laut, petugas dihadapkan terutama dengan tantangan kesulitan fisik. Sehingga jika harus mengulang kunjungan akibat tidak langsung ketemu pada kunjungan pertama, bisa dibayangkan betapa beratnya. Karenanya, sekali lagi, janganlah menghindar. Jangan pula bersembunyi. Apalagi marah kepada petugas sensus karena merasa terganggu harus menemui dan memberikan banyak keterangan yang diminta. Para petugas sensus bekerja bukan atas kepentingannya, tetapi menjalankan kepentingan pemerintah/negara yang terus berusaha meningkatkan kemakmuran seluruh rakyatnya termasuk diri dan keluarga kita.

Baca juga:  Singaraja Masuk Lima Kota Inflasi Tertinggi di Indonesia

Kalau bisa, sesungguhnya pemerintah juga ingin tidak mengganggu, termasuk dalam mengumpulkan data sensus. Karenanya, cara online dicobakan kemarin dalam tahap awal pelaksanaan SP2020, antara 15 Februari hingga 29 Mei 2020. Dengan cara itu, penduduk tidak harus diganggu oleh kedatangan petugas sensus untuk melayani pertanyaan-pertanyaannya. Penduduk juga bisa memilih di mana dan pada jam berapa menyampaikan keterangannya, secara mandiri. Dan sebagai upaya awal berskala percobaan, SP2020 online kemarin sesungguhnya sudah cukup menjanjikan. Partisipasi 19,54% yang diperoleh secara nasional sudah melebihi capaian Korea Selatan dan Australia, ketika kedua negara yang diyakini lebih maju dari kita, melaksanakan sensus penduduk online untuk pertama kalinya.

Pada tahun 2005 Korea Selatan hanya mendapatkan 0,9% dan pada tahun 2016 Australia hanya mendapatkan 16%. Padahal sebelumnya banyak fihak yang skeptis dan merasa bahwa kita di Indonesia belum cukup siap.

Hasil yang diperoleh Bali, lebih seru lagi yaitu 35,59% hampir dua kalinya capaian nasional dan merupakan capaian wilayah tertinggi secara nasional. Dengan capaian setinggi ini, sesungguhnya dalam tahap kedua SP2020 ini Bali tinggal menyisakan kurang dari 65%-nya lagi untuk disisir berdasarkan rencana tatacara sensus sebelumnya. Tetapi akibat merebaknya pandemi Covid-19, maka dilakukan berbagai penyesuaian dalam tatacara pelaksanaan SP2020. Dan oleh terbatasnya sumber daya untuk memilah, maka pada tahap kedua SP2020 ini seluruh penduduk akhirnya kembali akan dikunjungi petugas.

Baca juga:  Sehat Mental di Dunia Kerja

Dengan berbagai kesulitannya ditambah dengan berbagai pembatasan akibat pandemi Covid-19, karenanya kedatangan petugas SP2020 kali ini benar-benar tidak untuk dihindari atau ditinggal bersembunyi. Mereka sedang betul-betul membutuhkan bantuan lebih dari biasanya. Bantulah mereka misalnya dalam memberikan penjelasan kepada tetangga sekitar yang masih belum cukup memahami kepentingan sensus, sehingga berkecenderungan untuk menghindar, bersembunyi atau menolak disensus.

Bantulah pula petugas untuk bisa bertemu, jika ada tetangga yang oleh kesibukannya menjadi sulit untuk ditemui. Tidak kalah pentingnya, bantulah pula petugas sensus dengan cara melapor kepada kepala lingkungan, klian banjar atau kepala dusun, apabila belum mendapat kunjungan petugas sensus, terutama jika sudah mendekati akhir bulan September 2020. Bersabarlah sedikit memahami pertanyaan petugas, yang karena terlalu teknis mungkin menjadi tidak mudah difahami.

Semoga ini menjadi sensus penduduk terakhir yang dilaksanakan dengan kunjungan petugas. Pengalaman sensus penduduk online kemarin yang cukup membesarkan hati dengan berbagai catatan kekurangannya, semoga cukup bisa dijadikan sebagai landasan penyempurnaan. Sehingga pada sensus penduduk berikutnya, kita sudah bisa melaksanakan sepenuhnya secara online.

Tidak ada lagi petugas yang datang dan mengganggu. Tidak ada lagi hambatan sambungan internet. Tidak ada lagi penduduk yang gagap dengan cara online, tidak pula ada lagi penduduk yang kesulitan memahami maksud semua rincian data yang dimintakan. Dan jika itu semua terwujud, sensus penduduk sebagai hajat nasional yang sangat masif dan mahal dapat dilaksanakan dalam hening, sebagai bagian dari aktivitas keseharian.

Dan tidak jauh setelah itu, kita mungkin bahkan tidak lagi perlu melaksanakan sensus penduduk, karena update data kependudukan dapat dilakukan setiap saat oleh seluruh penduduk secara mandiri. Dan ketika kita sudah berada pada zaman itu nanti, mengenang berbagai keruwetan sensus saat ini mungkin akan terasa sebagai mimpi yang menggelisahkan.

Penulis, Kepala BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *