Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Sudah hampir dua tahun pendidikan berlangsung mayoritas dari rumah di masa pandemi COVID-19, meski belakangan sudah ada penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM), namun kegiatan pembelajaran belum terjadi secara normal. Peserta didik bergiliran belajar ke sekolah dengan waktu yang terbatas, demikian halnya dengan guru yang hanya datang ke sekolah mengajar sekali dua kali dalam seminggu, dan sisanya pembelajaran dilakukan dari rumah secara daring.

Teknologi memang diakui berperan penting
dalam bidang pendidikan. Tanpa campur tangan teknologi, tak bisa dibayangkan pendidikan
berjalan mandeg dalam waktu yang cukup lama.

Kegiatan pembelajaran dengan bantuan teknologi
ini memberikan berbagai kemudahan antara lain
fleksibilitas dalam waktu dan tempat belajar. Materi tetap bisa tersampaikan tanpa terikat oleh waktu atau lokasi yang memungkinkan aksesibilitas kapan saja, dari mana saja sepanjang fasilitas yang dibutuhkan tersedia yaitu akses ke komputer/handphone dan internet.

Di samping itu, pembelajaran daring lebih
menekankan pada pembelajaran mandiri (Independent Learning). Pembelajaran daring
memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk
memegang kendali dan bebas menentukan cara
belajarnya untuk kesuksesan belajar masing-masing.

Baca juga:  Karakter Berbeda dari Calon Anggota DPD

Di sinilah konsep merdeka belajar perlu dimaknai dengan baik. Bila salah dalam memaknai merdeka belajar ini, maka bukan kesuksesan yang akan diraih, namun sebaliknya kegagalan.

Bagi sebagian peserta didik (yang belum dewasa
secara mental), merdeka belajar tampaknya dipersepsi secara terbatas, yaitu bebas belajar sebatas yang mereka mampu. Banyak hal yang tampaknya baik-baik saja, sesungguhnya hilang dalam pembelajaran daring.

Materi pembelajaran memang dapat diberikan dan dibaca dari berbagai sumber melalui berbagai platform, namun kemampuan mencerna tiap peserta didik berbeda-beda. Pada pembelajaran sinkron, kendala sinyal juga menjadi masalah dalam meningkatkan motivasi partisipasi, dan disiplin mereka dalam belajar.

Sering kali sinyal menjadi alasan mendasar untuk tidak mengikuti pembelajaran, hal ini berdampak pada kurangnya motivasi dan partisipasi. Biasanya guru atau dosen yang mengajar melalui pertemuan virtual
menjelaskan materi, namun sering terjadi peserta didik datang dan pergi dari ruangan dalam beberapa waktu. Hal ini menimbulkan kesan bahwa peserta didik kurang disiplin atau serius menerima pelajaran dari guru atau dosen.

Baca juga:  BUMDesa dan Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi

Dimensi sikap merupakan hal yang paling terkendala untuk dicermati dalam pembelajaran daring. Sebagian besar peserta didik menutup kamera dengan alasan kendala sinyal. Sering terjadi, sudah dipanggil namanya beberapa kali untuk menjawab pertanyaan yang disiapkan, tapi yang dipanggil tidak menyahut. Ada berbagai kemungkinan untuk hal ini, yaitu mereka memang hanya membuka HP agar kelihatan hadir, lalu mereka mengerjakan hal lainnya, atau tertidur ketika sedang belajar, atau memang benar-benar tidak
ada sinyal.

Bila sinyal menjadi masalah mendasar, mestinya mereka tidak konsisten mempertahankan kondisi itu. Mereka harus mampu mencari jalan keluar, bila mereka memang serius ingin belajar.

Bukan hanya peserta didik yang terbebani dengan berbagai tugas, pendidik juga terbebani secara psikis dan emosional dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Di satu sisi, tugas yang diberikan sebenarnya adalah cara membelajarkan mereka.

Baca juga:  Ambiguitas Penerapan PPKM

Namun, bila tugas hanya sekadar diberikan tanpa adanya klarifikasi dan umpan balik dari guru, yang terjadi bisa jadi membingungkan dan membuat mereka stress. Bingung dan stress karena kurang paham dengan tugas dan materi yang dipelajari, sehingga hanya mengerjakan tugas semampunya. Hal ini tentu dapat berdampak pada kualitas hasil tugas yang dikerjakan.

Di sisi lain, guru/dosen yang sudah menyiapkan
dan memberikan pembelajaran melalui pertemuan virtual dengan baik bisa juga terbebani melihat peserta didik yang kurang partisipatif dalam pembelajaran, apalagi keluar masuk ruangan serta tidak membuka kamera. Ketika diberikan pertanyaan kemudian berkali-kali tidak menyahut, ini sangat berpengaruh secara emosional, sehingga dapat berdampak pada kondusivitas proses pembelajaran.

Semoga apa yang hilang dalam pembelajaran daring dapat segera kembali normal melalui pembelajaran Hybrid (gabungan daring dan tatap muka) pada semester genap 2021/2022 ini, meski gempuran Covid-19 dengan varian baru Omicron tampak semakin mengejala.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *