DPRD Buleleng mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pemerintah membahas Ranperda Tentang Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2019 Senin (13/7). (BP/mud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Menyusul tunggakan Pajak Hotel Restoran (PHR) membuat “gerah” kalangan DPRD Buleleng. Atas kondisi ini, pemerintah daerah kehilangan pundi-pundi penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tidak ingin kerugian yang semakin besar, DPRD Buleleng mendesak agar pemerintah menempuh upaya hukum untuk menindak setiap pengusaha yang terbukti tidak menyetor pungutan PHR kepada pemerintah daerah.

Hal itu terungkap pada rapat dengar pendepat (RDP) DPRD Buleleng dengan eksekutif membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Buleleng Tahun 2019 Senin (13/7). Rapat ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Ketut Susila Umbara. Sedangkan pemerintah dipimpin Sekkab Buleleng Drs. Gede Suyasa, M.Pd.

Anggota Komisi I Wayan Teren dalam rapat itu prihatin dengan semakin membengkaknya piutang pajak yang tidak berhasil dipungut oleh pemerintah. Salah satunya adalah setoran PHR dari para pengusaha jasa akomodasi pariwisata di Bali Utara. Dari fakta yang diketahuinya, pengusaha ini terkesan sengaja menunda menyetorkan pajak yang sebenarnya titipan wisatawan yang berlibur kepada pengusaha akomodasi wisata untuk disetor ke pemerintah daerah.

Baca juga:  Hoax, Tantangan Baru Pariwisata Bali

“Sebelum pandemi COVID-19 tunggakan PHR terus bertambah. Ini masalah serius dan ini seperti ada kesengajaan tidak menyetor, padahal pajak itu adalah titipan dari tamu yang berlibur, namun dengan berbagai alasan tidak di setor ke daerah,” katanya.

Menurut politisi dua periode ini, menyusul piutang pajak itu pemerintah di nilai sudah melakukan upaya keras agar piutang itu bisa dipungut untuk mendongkrak PAD. Upaya tegas agar wajib pajak menyetor PHR-nya dengan menempel stiker berisikan tulisan “Penunggak PHR”. Dengan penjatuhan sanksi itu, Teren menilai cukup epektif.

Meski demikian, dewan asal Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada ini mengusulkan pemerintah bisa lebih tegas lagi, sehingga prilaku tidak disipin dengan menunggak pajak ini bisa di minimalisir. Untuk itu, dia mengusulkan tahun berikutnya pemerintah lebih tegas menindak wajib pajak nakal. Ini bisa dilakukan dengan cara menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan melalui jalur hukum. Dengan tindakan hukum ini di nilai efektif, sehingga siapapun wajib pajak taat akan kewajiban membayar pajak sesuai regulasi yang mengatur. “Upaya dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset daerah (BPKAD) sudah tegas, dan pengusaha penunggak PHR itu dipasangi stiker. Saya kira tidak cukup stiker, namun sesekali bawa saja kasusnya ke ranah hukum, sehingga siapapun yang tidak menyetor PHR akan dituntut secara hukum,” jelasnya.

Baca juga:  Pendidikan Berbasis Hindu Bentuk Karakter Generasi Muda

Menanggapi usul itu, Sekkab Buleleng Drs. Gede Suyasa, M.Pd., mengatakan, PHR yang belum dipungut itu bukan masalah baru. Sejak beberapa tahun belakangan wajib pajak ada yang tidak menyetorkan pungutan yang dibayar para wisatawan. Selama ini upaya penagihan dan menjatuhkan sanksi menempel stiker “penungak PHR” gencar dilakukan. Hanya saja, upaya itu diakui belum juga sesuai harapan. Untuk itu, saran dewan untuk membawa kasus penunggak PHR ke penegak hukum, hal itu bisa saja dilakukan.

Baca juga:  24 Sertifikat KI Dikantongi, Bukti Keberpihakan Gubernur Koster terhadap Warisan Budaya Bali

Sepanjang upaya itu didukung dengan regulasi yang kuat, maka pemerintah bisa saja menuntut wajib pajak yang tidak menyetorkan PHR ke Kas Daerah. Beberapa tahun terakhir, pemerintah pernah menindaklanjuti masalah ini ke penegak hukum. “Saya kira bisa saja kita lakukan upaya hukum seperti saran Dewan tadi. Namun ini harus didukung dengan regulasi yang kuat. Sebelum kita tempuh upaya hukum, komunikasi, kordinasi, dan meminta pendampingan aparat hukum sehingga dasar hukumnya jelas,” tegasnya. (Mudiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *