Sejumlah ABK melakukan tahapan pemeriksaan saat tiba di Terminal Kedatangan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Selasa (1/4). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Warga Bali yang menjadi pekerja migran, baik di darat maupun di laut, terus berdatangan. Jumlahnya pun ribuan.

Menurut Wakil DPRD Bali, Tjokorda Gde Asmara Putra Sukawati (Tjokorda Anom), Senin (13/4), pemerintah dalam hal ini harus bersikap tegas dalam melakukan disiplin karantina selama 14 hari dan memastikan PMI memang betul-betul negatif dari COVID-19, sebelum mereka kembali ke rumahnya. Selain PMI, pemeriksaan ketat juga perlu dilakukan terhadap setiap orang yang datang ke Bali, baik melalui pelabuhan maupun bandara.

Apalagi mereka yang datang dari daerah terjangkit, juga wajib dilakukan karantina terlebih dahulu. Jika karantina yang dilakukan tidak efektif dan tidak mampu memutus mata rantai penularan COVID-19, maka PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Sosial) merupakan solusi terakhir.

Baca juga:  Angka Kematian Tinggi, Kepala Daerah Jawa-Bali Diminta Evaluasi

Dikatakannya, permasalahan yang timbul sekarang ini karena tidak tegasnya kesadaran PMI. Masih banyak mereka yang datang dari kapal pesiar, yang tidak taat melakukan isolasi mandiri di rumahnya. “Intinya dalam pencegahan COVID-19 di sini adalah kesadaran masyarakat dalam memutuskan penyebaran virus corona,” katanya.

Selain itu, penggunaan masker juga harus menjadi kesadaran masyarakat sehingga mencegah penyebaran. Memperketat dan mengefektifkan pengawasan proses karantina PMI perlu dilakukan.

Baca juga:  Masa Tanggap Darurat di DIY Diperpanjang

Walaupun, sebenarnya secara hukum memang tidak bisa memaksa, tetapi kalau diwajibkan pemerintah dan bisa bekerja sama dengan desa adat. Karena Desa adat langsung dalam hal ini lebih tahu sendiri kondisi langsung masyarakatnya

Politisi Demokrat ini sebenarnya dari awal berharap bisa diberlakukan PSBB berbasis Adat. Desa adat dimungkinkan melakukan hal itu dengan tujuan utama melindungi warga yang main. “Sebetulnya saya setuju dengan PSBB berbasis desa adat. Mengenai bantuan sembako, hal ini bisa dilakukan desa adat melalui realokasi dana desa adat,” jelasnya.

Baca juga:  Begini, Teknis Permainan Judi Dingdong untuk Kelabui Aparat Keamanan

Siapa saja yang membutuhkan sembako tentu desa adat sendiri yang mengetahui kondisi masyarakatnya. Jangan bicara global untuk pemberian sembako.

Pegawai pemerintahan, pengusaha, Anggota Dewan, tentu tidak masuk dalam hitungan tersebut. Prioritaskan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Tjokorda Anom menegaskan, jika menghandalkan pemerintah saja dalam pencegahan COVID 19 tentu akan susah. Terlebih pusat saat ini mengurangi kucuran alokasi DAK dan DAU ke daerah. Tentu, pendapatan daerah menjadi berkurang. Kesadaran masyarakat atas bahaya COVID-19 adalah yang utama. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *