Gubernur Koster (kiri) dengan Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa (tengah) usai penadatanganan MoU PRK. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali berkomitmen untuk melaksanakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK). Ini menyusul telah ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU) antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa dengan Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Riau Syamsuar mengenai PRK di Wiswasabha Utama Kantor Gubernur Bali, Selasa (14/1).

PRK dinilai sejalan dengan Visi Pemerintah Provinsi Bali ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. “Ini sangat cocok dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, menjaga alam yang bersih. Apalagi Bali tidak saja butuh karena kearifan lokalnya yang mengajarkan demikian, tetapi Bali sebagai destinasi pariwisata dunia harus membangun image yang bagus,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster usai penandatanganan MoU.

Koster menambahkan, beberapa regulasi telah ditetapkan sebagai upaya untuk memperkuat proses perencanaan pembangunan di Provinsi Bali melalui integrasi antara program pelestarian lingkungan, program penanganan perubahan iklim, dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Di antaranya, Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih sebagai salah satu komponen regulasi yang mengatur penerapan dan pengelolaan energi bersih di Bali.

Baca juga:  ASN Pemprov Bali Ikuti Tes Tertulis, Ukur Pemahaman "Nangun Sat Kerthi Loka Bali"

Di dalamnya terdapat beberapa hal yang ingin diterapkan dalam mendukung energi bersih ini. Salah satunya, pembangkit listrik wajib menggunakan bahan bakar energi bersih yaitu gas alam cair dan energi terbarukan. ‘’Artinya semua pembangkit tenaga listrik di Bali sesuai dengan pergub yang baru harus menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Semua akan dialihkan ke sana,’’ jelas mantan anggota DPR-RI ini.

Selain itu, lanjut Koster, mendorong bangunan pemerintah, komersial, industri termasuk hotel, restoran dan rumah tangga berkewajiban menggunakan energi bersih melalui atap panel surya maupun bangunan hijau. Pihaknya juga memberikan peran kepada masyarakat, UMKM, desa adat dan Badan Usaha Milik Daerah untuk mengelola energi bersih baik secara mandiri dan/atau bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Nasional atau swasta. ‘’Demikian pula kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan juga akan dikembangkan ke sektor yang lainnya untuk mengurangi emisi karbon,’’ imbuhnya.

Menurut Koster, penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 49 Tahun 2019. Regulasi ini utamanya mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak fosil secara bertahap dengan menetapkan zona penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai pada kawasan-kawasan wisata utama seperti Sanur, Kuta, Ubud dan Nusa Dua.

Baca juga:  Desa Adat Kutuh Jalankan Tradisi Nyepi Adat

Terkait permasalahan lingkungan hidup, juga sudah diterbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Kemudian, Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik.

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan Indonesia di masa mendatang perlu melaksanakan pembangunan yang tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Namun perlu mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan, termasuk tingkat emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan.

PRK dibidik mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui pertumbuhan rendah emisi yang meminimalkan eksploitasi sumber daya alam. “Pembangunan rendah karbon telah menjadi salah satu agenda Prioritas Nasional Enam (PN 6) yang telah tertuang dalam RPJMN 2020-2024,” ujarnya.

Menurut Suharso, capaian ini patut diapresiasi. Mengingat ini merupakan kali pertama pembangunan lingkungan hidup bersama dengan ketahanan bencana dan perubahan iklim menjadi prioritas nasional. Sidang kabinet juga telah menyepakati penurunan emisi GRK sebagai salah satu kerangka ekonomi makro, setara dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, pengangguran terbuka, dan indikator lainnya. “Untuk itu, komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan rendah karbon menjadi momentum penting dalam merespons capaian tersebut,’’ jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Madangan Kaja Garap Potensi Desa

Sebelumnya, lima provinsi sudah menandatangani Nota Kesepahaman dan telah menjadi provinsi percontohan pelaksanaan pembangunan rendah karbon yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, dan Papua Barat. PRK masih terkait dengan komitmen Indonesia untuk menaati Paris Agreement.

Dalam hal ini, mengurangi emisi karbon hingga 29 persen. Walaupun sekarang baru tercapai 23 persen, dan Indonesia masih berupaya untuk menuju 27 persen. Bali khususnya dinilai mampu menyumbang pengurangan emisi karbon secara signifikan di tingkat nasional lewat kebijakan dan regulasi yang sudah diterbitkan. ‘’Kalau Bali kan plastik sudah enggak, kemudian nanti ada electrical vehicles. Itu kan luar biasa,’’ tandasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *