
DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menegaskan komitmen kuat Pemerintah Provinsi Bali dalam menjaga kelestarian alam Pulau Dewata melalui berbagai program strategis penyelamatan lingkungan yang terintegrasi dalam Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun Era Baru.
Haluan ini menjadi arah besar pembangunan Bali yang berlandaskan kearifan lokal, keberlanjutan lingkungan, dan keseimbangan antara manusia, alam, dan budaya.
Dalam kerangka visi tersebut, Gubernur Koster menempatkan pelestarian alam Bali sebagai fondasi utama pembangunan jangka panjang, mengingat daya dukung dan daya tampung lingkungan Bali yang semakin tertekan oleh pertumbuhan penduduk, pariwisata, serta perubahan iklim global.
“Pembangunan Bali tidak boleh mengorbankan alam. Justru alam harus diselamatkan agar Bali tetap ajeg, lestari, dan berdaulat hingga 100 tahun ke depan,” tegas Gubernur Koster.
Terkait program ini, Pengamat lingkungan dan akademisi Universitas Udayana, Prof. Dr. I Made Sudarma, MS., menilai program penyelamatan alam Bali yang dirancang Gubernur Koster dalam kerangka Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun Era Baru sebagai kebijakan yang visioner, progresif, dan memiliki dasar ilmiah yang kuat untuk menjaga keberlanjutan Pulau Dewata.
Menurut Prof. Sudarma, arah pembangunan jangka panjang tersebut menunjukkan keseriusan Pemerintah Provinsi Bali dalam merespons berbagai persoalan lingkungan yang kian kompleks, mulai dari krisis air bersih, alih fungsi lahan, pencemaran laut dan sungai, hingga tekanan pariwisata terhadap daya dukung lingkungan.
“Haluan Bali 100 Tahun Era Baru merupakan langkah strategis yang sangat penting. Pembangunan Bali tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi menempatkan pelestarian alam sebagai pilar utama,” ujar Prof. Sudarma, Jumat (26/12).
Ketua Forum DAS Bali ini menegaskan bahwa kondisi lingkungan Bali saat ini sudah berada pada fase rawan, sehingga dibutuhkan kebijakan jangka panjang yang tegas dan konsisten. Ia menilai program-program yang digagas Gubernur Koster, seperti perlindungan kawasan suci dan sumber air, pengendalian alih fungsi lahan, pengelolaan sampah berbasis sumber, serta pengurangan plastik sekali pakai, merupakan respons yang tepat terhadap kondisi riil Bali.
“Jika kebijakan ini dijalankan secara konsisten lintas generasi pemerintahan, Bali masih memiliki peluang besar untuk memulihkan dan menjaga keseimbangan ekologinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Sudarma mengapresiasi pendekatan pembangunan yang berbasis kearifan lokal Tri Hita Karana serta pelibatan desa adat sebagai garda terdepan dalam menjaga lingkungan. Menurutnya, pendekatan tersebut memperkuat kepatuhan sosial dan efektivitas kebijakan lingkungan di tingkat akar rumput.
“Desa adat memiliki kekuatan sosial dan budaya yang besar. Ketika desa adat dilibatkan secara aktif, maka upaya penyelamatan alam akan lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Meski memberikan apresiasi, Prof. Sudarma juga mengingatkan perlunya penguatan pengawasan dan evaluasi berkala agar kebijakan tersebut tidak berhenti pada tataran regulasi. Ia menekankan pentingnya data lingkungan yang transparan, penegakan hukum yang konsisten, serta sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Pengamat Lingkungan yang juga Dekan Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Ir. I Nengah Sinarta, ST., MT., IPM., Asean.Eng., menilai program penyelamatan alam Bali yang digagas Gubernur Koster melalui Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun Era Baru sebagai kebijakan strategis dan berjangka panjang yang sangat relevan dengan kondisi lingkungan Bali saat ini.
Menurut Prof. Sinarta, tekanan terhadap alam Bali terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, pariwisata, dan pembangunan infrastruktur. Karena itu, dibutuhkan arah pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menempatkan kelestarian lingkungan sebagai pijakan utama.
Prof. Sinarta menilai berbagai program yang dijalankan Gubernur Koster, seperti pengendalian alih fungsi lahan, perlindungan kawasan suci dan sumber air, pengelolaan sampah berbasis sumber, serta pengurangan plastik sekali pakai, merupakan langkah konkret untuk menjawab persoalan lingkungan yang selama ini terjadi di Bali.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sudah selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan kaidah ilmiah pengelolaan lingkungan hidup. Prof. Sinarta berharap Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun Era Baru dapat menjadi warisan ekologis bagi generasi Bali ke depan.
Ia menilai, jika dijalankan secara konsisten, Bali tidak hanya mampu menjaga kelestarian alamnya, tetapi juga menjadi contoh nasional dalam pembangunan daerah berbasis lingkungan dan budaya. “Menjaga alam Bali berarti menjaga identitas dan masa depan Bali itu sendiri,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)










