Kepala BI KPw Bali Trisno Nugroho. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Provinsi Bali menyebut inflasi pada September 2019 terkendali. Padahal Bali mengalami beberapa tantangan yang bisa menyebabkan inflasi diantaranya fenomena El Nino, kenaikan harga emas dunia, hingga kenaikan biaya sekolah.

BI bersama Pemda Bali berhasil mengendalikan inflasi Bali sehingga mencapai level yang dan rendah dan terkendali. Kepala BI KPw Bali Trisno Nugroho mengatakan, fenomena El Nino mengakibatkan berkurangnya curah hujan secara mendalam dan kekeringan yang meluas di sebagian wilayah Indonesia.

Menurut BMKG, curah hujan normal baru terjadi pada Oktober 2019. “Artinya, terjadi gangguan tanaman pangan yang produksinya sangat tergantung kepada air yaitu padi dan sayur–sayuran,” ujarnya Selasa (1/10).

Dengan adanya fenomena itu, dikhawatirkan terjadi keterbatasan produksi yang dapat memicu kenaikan harga, khususnya beras di Bali. “Untunglah keadaan ini cepat diantisipasi oleh Disperindag Provinsi Bali dengan menjaga ketersediaan bahan pokok beberapa bulan ke depan. Upaya ini dilakukan bekerjasama dengan distributor yang memiliki jaringan ke Jawa Timur maupun Nusa Tenggara Barat,” ungkapnya.

Baca juga:  Dua Sektor Ini Jadi Penopang Ekonomi Indonesia di 2020

Berdasarkan data Disperindag Bali September 2019, Bali memiliki stok beras 269.490 ton, cukup untuk 7,8 bulan ke depan, stok gula pasir 17.535 ton, cukup untuk 3,5 bulan ke depan, stok minyak goreng 13.600 ton, cukup untuk 3,7 bulan ke depan.

Stok tepung terigu  5.200 ton, cukup untunk 3,5 bulan, stok daging sapi 1.383 ton cukup untuk 8,1 bulan ke depan, stok daging ayam ras 34.392 cukup untuk 10 bulan ke depan, stok telur 27.564 ton cukup untuk 8,2 bulan ke depan, stok kacang kedelai 6.042 ton, cukup untuk 4 bulan ke depan, stok bawang merah 6.897 ton cukup untuk 4,4 bulan ke depan, stok bawang putih 3.823 ton, cukup untuk 3,6 bulan ke depan. “Cukupnya ketersediaan komoditi lain ini menyebabkan terjadinya penurunan harga,” ungkapnya.

Baca juga:  Pertama Kali dalam Sejarah di Indonesia, Gubernur Koster Luncurkan Keyboard Aksara Bali

Berdasarkan data rilis BPS September 2019, terjadi penurunan harga atau deflasi terutama disebabkan oleh menurunnya harga kelompok bahan makanan. Di sisi lain, pada September 2019, tidak terjadi lonjakan permintaan terhadap bahan makanan sehubungan dengan tidak adanya hari besar keagamaan di bulan ini.

Pada September 2019, Bali mengalami deflasi sebesar -0,58 persen (mtm), membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,44 persen (mtm). Secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 2,54 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 3,39 persen (yoy).

Deflasi terjadi pada kedua kota sampel Bali yaitu Denpasar dan Singaraja. Denpasar mengalami deflasi sebesar 0,52 persen (mtm) dan Singaraja mengalami deflasi sebesar 0,87 persen (mtm). Di Denpasar, deflasi bersumber dari penurunan harga pada kelompok bahan makanan sebesar -2,49 persne, kelompok sandang – 1,77 persen, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar – 0,12 persen. Sedangkan deflasi di Singaraja bersumber dari penurunan harga pada kelompok bahan makanan yang cukup dalam sebesar -3,28 persen.

Baca juga:  Jutaan WP Sudah Lapor Pajak

Meski demikian, Trisno mengatakan, pencapaian ini perlu diwaspadai seiring dengan adanya sejumlah risiko yaitu masih tingginya ketergantungan pasokan bahan pangan dari luar Bali untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Bali, faktor musim hujan yang masih akan meningkatkan harga seiring dengan menurunnya pasokan komoditas yang tidak memerlukan air seperti bawang,cabai dan sebagainya, meningkatnya permintaan seiring dengan datangnya peak season pariwisata pada Desember.

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bali meletakkan fokus utama pada komoditas penyumbang inflasi oada akhir tahun ini antara lain komoditas pertanian yaitu bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan beras. Selain itu pada sektor peternakan seperti daging ayam ras dan telur ayam ras, pada sektor perdagangan yaitu pada komoditas rokok dan bahan bakar rumah tangga. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *