Wayan Sukadana. (BP/istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Upaya Operasi Tangkap Tangan (OTT) di sejumlah tempat di Bali, mulai mengundang kekhawatiran warga di desa adat. Tindakan tegas ini pun ditanggapi beragam dan terus menuai pro kontra.

Menurut Sekretaris PHRI Klungkung, Wayan Sukadana, Minggu (11/11), diperlukan adanya persamaan persepsi antara aparat penegak hukum dengan masyarakat adat. Sementara terkait pungutan, menurutnya sebaiknya diperkuat dengan perdes (peraturan desa).

Dia mengakui, masalah isu pungli yang mengaitkan desa adat ini sangat sensitif. Jangan sampai masyarakat adat reaktif, pihak kepolisian juga terkesan kaku. Dia meyakini, masyarakat Bali, bisa diajak koordinasi atau sosialisasi lebih dulu, untuk memperjelas duduk pemahaman masing-masing.

Baca juga:  Dari Rumah Bandar Narkoba di Beringkit Digerebek hingga Tingkat Hunian Pasien COVID-19 di RS Wangaya

Perlu adanya persamaan persepsi antara aparat penegak hukum dengan masyarakat adat. Sehingga disatu sisi polisi tetap diapresiasi dalam penegakan hukumnya. Sementara desa pakraman tidak merasa dilemahkan. “Untuk itu, para pemangku kepentingan dalam hal ini MUDP (Majelis Utama Desa Pakramab) dan kepolisian serta pemerintah bisa duduk bersama,” kata Sukadana.

Menurutnya, eksistensi desa pakraman harus tetap terjaga. Sebab disanalah benteng terakhir dan identitas Bali. Termasuk desa pakraman adalah penopang pariwisata Bali sesungguhnya. Sehingga, sesungguhnya tinggal regulasinya bagaimana, agar terjadi sinkronisasi antara legalitas formal dengan awig-awig di desa adat.

Baca juga:  Bali Miliki 3.200 Tenaga Kesehatan Tradisional, 320 Yang Berijin

Sebagai contoh, dulu dana desa adat oleh Provinsi Bali melalui bansos tidak diperbolehkan tiap tahun. Pola itu kemudian diubah menjadi dana BKK (Bantuan Keuangan Khusus). Dana masuk dulu ke desa dinas baru dari desa dinas ke desa adat.

Pola terkait pendapatan desa pakraman, sesungguhnya bisa mengadopsi pola itu dengan dibuatkan perdes, baru masuk ke dinas. Sistem seperti ini yang perlu samakan pemahamannya. “Maksudnya dana pendapatan dibuat perdes, ada pungutan ke desa, dari desa pembagian ke desa adat. Atau kerjasama dengan Perusda pemerintah daerah, misalnya dengan PD Parkir Dinas Perhubungan. Atau membuat kerjasama badan pengelola. Banyak konsep yang sebenarnya bisa diadopsi,” tegasnya. (Bagiarta/balipost)

Baca juga:  Laporan Kematian Lampaui Sehari Sebelumnya, Kasus COVID-19 Masih Bertambah di Atas 100 Orang
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *