Kegiatan pengolahan sampah di TPS milik Desa Bengkel, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. (BP/istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Pemerintah Desa Bengkel, Kecamatan Kediri, mulai menerapkan sanksi penundaan layanan administrasi bagi warga yang tidak mengikuti program pemilahan sampah berbasis sumber. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari penerapan Peraturan Desa (Perdes) Bengkel Nomor 03 Tahun 2021 tentang pengelolaan sampah, yang mewajibkan seluruh warga terlibat dalam sistem pengolahan sampah desa.

Perbekel Desa Bengkel, I Nyoman Wahya Biantara, menegaskan bahwa sesuai Perdes tersebut, setiap warga wajib memilah sampah sejak dari rumah.

“Jika ada warga yang tidak mengikuti sistem pengolahan sampah berbasis sumber, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa penundaan pelayanan,” tegasnya, Senin (22/12).

Lanjut kata Wahya, Desa Bengkel sendiri telah mengoperasikan TPS 3R sejak tahun 2021. Dalam sistem tersebut, sampah organik dan residu diolah di TPS 3R, sementara sampah anorganik dikelola melalui bank sampah desa. Namun demikian, tingkat kepatuhan warga masih belum maksimal. Salah satu kendala utama adalah pola pikir praktis masyarakat.

Baca juga:  Sampah Rumput Laut Penuhi Tanjung Benoa

“Masih ada yang beralasan karena TPA masih buka dan menerima sampah bercampur, cukup bayar di sana sudah bisa ditampung,” ungkap Wahya.

Dan untuk program pemilahan sampah, saat ini dari total 520 rumah tangga yang tersebar di empat banjar, yakni Banjar adat Buduk, Banjar adat Bengkel Gede, Banjar Adat Bengkel Kawan, dan Banjar Adat Telengis, baru 333 rumah tangga yang bergabung dalam layanan pengelolaan sampah desa. Sisanya masih memilih menggunakan layanan swasta.

Untuk warga yang mengikuti layanan desa, mereka dikenakan iuran bulanan berkisar Rp15 ribu hingga Rp30 ribu untuk rumah tangga, tergantung jenis sampah yang dikelola, meliputi sampah dapur, daun, dan residu. Sementara untuk kategori non-rumah tangga, iuran mencapai Rp50 ribu per bulan.

Baca juga:  Pesisir Tabanan Dipenuhi Sampah Plastik  

“Pengangkutan sampah organik dan residu dilakukan dua kali dalam sepekan, sedangkan sampah plastik dibawa ke bank sampah setiap bulan,”jelasnya.

Sebagai bentuk insentif, pemerintah desa juga memberikan sejumlah fasilitas dan manfaat bagi warga yang patuh. Warga mendapatkan lima perlengkapan pengolahan sampah berupa ember sampah dapur, komposter bag, dua kantong sampah anorganik, dan satu kantong residu. Selain itu, mereka juga memperoleh layanan berobat ke dokter swasta desa hingga lima kali setahun dengan nilai Rp50 ribu per kunjungan, serta insentif uang komite sekolah sebesar Rp25 ribu per anak per bulan.

Baca juga:  Klarifikasi Masalah Sampah Berserakan di TPB Margarana

Menurut Wahya, kebijakan penundaan layanan administrasi mulai diterapkan efektif selama dua bulan terakhir, setelah sebelumnya disosialisasikan secara intensif sejak tahun 2024. Meski diakuinya untuk penerapan aturan ini tentu saja ada pro dan kontra di masyarakat.

“Kami sudah mencoba pendekatan melalui edukasi dan sosialisasi sejak 2021, bahkan turun ke masyarakat hampir setiap minggu. Namun jika kesadaran belum terbentuk, aturan harus ditegakkan,” katanya.

Ia berharap, penerapan sanksi sesuai Perdes ini mampu meningkatkan partisipasi warga dalam pengelolaan sampah desa. “Target kami jelas, sampah selesai di desa, lingkungan bersih, dan manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat,” pungkasnya. (Dewi Puspawati/balipost)

 

BAGIKAN