NEGARA, BALIPOST.com – Fenomena cuaca ekstrem yang terjadi setahun lalu, diperkirakan akan kembali terjadi tahun ini. Untuk itu masyarakat diminta sejak awal mewaspadai.
Hal tersebut diungkapkan Deputi Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal disela-sela Sosialisasi Aroklimat Provinsi Bali di Jembrana. Dipaparkan Herizal dari pengamatan yang dilakukan BMKG, iklim Indonesia pada 2018 ini hampir sama dengan tahun lalu.
Ia menyebut, tahun ini sebagai tahun netral fenomena cuaca ekstrem. “Walaupun tahun ini masih sebagai tahun netral, namun fenomena ekstrem masih akan terjadi,” terangnya.
Diprediksi mulai April ini sejumlah daerah di Indonesia memasuki musim kemarau dan puncaknya Agustus mendatang. Menurutnya dampak yang harus diantisipasi adalah dampak ikutan dari kemarau itu misalnya debit air menurun, kebakaran hutan hingga kekeringan.
Di Indonesia selain musim hujan dan kemarau, juga ada musim pancaroba. Dan hal itu sangat berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat. Bulan April inilah memasuki masa transisi dari musim hujan ke kemarau. Saat musim pancaroba inilah akan terjadi hujan yang cukup ekstrem. Kendati tidak terlalu sering, tetapi harus diwaspadai.
Yang paling dirasakan nantinya terhadap aktivitas masyarakat agraris atau pertanian. Iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor pendukung pertanian. Dan cuaca ini tidak bisa dikendalikan, sehingga antisipasinya hanyalah dengan penyesuaian aktivitas pertanian dengan kondisi iklim. Karena itu perlunya pemahaman masyarakat agraris terhadap cuaca dan iklim. “Sehingga masyarakat bisa mengantisipasi kemungkinan dari iklim yang terjadi tiga hingga enam bulan ke depan,” terangnya. (Surya Dharma/balipost)