JAKARTA, BALIPOST.com – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan Kementerian Kesehatan (Kemenke) sepakat untuk mengembangkan Pariwisata Kesehatan Internasional. Penandatanganan MoU dilakukan saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata III yang digelar Kemenpar di Hotel Bidakara, Jakarta 26-27 September 2017.

Sekretaris Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara mengatakan, bagi Kemenpar, pengembangan wisata kesehatan dan kebugaran memang merupakan salah satu flagship (fokus pengembangan) untuk wisata minat khusus, dan dalam pengembangannya memang harus terjalin koordinasi antara instansi terkait, baik di pusat maupun di daerah.

“Pengembangan wisata kesehatan di Indonesia memiliki potensi yang besar mengingat lokasi dan keunggulan Indonesia untuk menarik wisata kesehatan, dan mengingat juga jumlah orang Indonesia yang ke luar negeri untuk menjalankan perawatan kesehatan,” ujar Ukus usai penandatanganan MoU, Selasa (26/9).

Adapun kesepakatan yang dilakukan kedua Kementerian ini meliputi koordinasi dan harmonisasi kebijakan dan program dalam pengembangan wisata kesehatan, peningkatan mutu wisaata kesehatan, pengembangan promosi wisata kesehatan, pemberdayaan masyarakat di lingkungan wisata kesehatan, pertukaran data dan Informasi terkait pengembangan wisata kesehatan.

“Selain itu juga ada bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi secara terpadu dalam pengembangan wisata kesehatan dan perlindungan kesehatan terhadap wisatawan,” jelas Ukus.

Berdasarkan nota kesepahaman Kemenpar memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun standar usaha pariwisata di bidang wisata kesehatan, melaksanakan sosialisasi wisata kesehatan yang bernuansa tradisional, unik, otentik, dan mudah diakses, dan menyusun kerjasama antara sektor swasta di bidang pariwisata dan fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan.

Baca juga:  Kredit Mikro Tumbuh 17 Persen, BRI Raih Laba Rp 12,54 triliun

“Yang tak kalah pentingnya Kemenpar juga bertugas menyusun strategi pemasaran produk pelayanan kesehatan yang merupakan daya tarik dan daya saing wisata Indonesia dan melakukan identifikasi dan mengusulkan berbagai produk unggulan wisata kesehatan Indonesia untuk dipatenkan sebagai kekayaan intelektual di Indonesia dan dunia,” papar Ukus.

Sementara, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo menjelaskan, yang menjadi tanggung jawab Kemenkes meliputi, menyusun dan mensosialisasikan kebijakan wisata kesehatan, mendorong sektor swasta untuk menyelenggarakan Rumah Sakit unggulan (Medical Tourism) dan fasilitas kesehatan tradisional unggulan (Wellness Tourism).

“Kemudian memfasilitasi ketersediaan fasilitas pelayanan dan pelaksanaan upaya kesehatan lainnya untuk memberikan perlindungan kesehatan wisatawan di 10 destinasi pariwisata prioritas. Serta menetapkan Rumah Sakit unggulan (Medical Tourism) dan fasilitas kesehatan tradisional unggulan (Wellness Tourism) yang memiliki pelayanan unggulan dalam penyelenggaraan wisata kesehatan,” tutur Untung.

Langkah berikutnya adalah Kemenpar bersama dengan Kemenkes, perwakilan rumah sakit, spa dan asosiasi kesehatan akan membentuk tim kerja yang akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kerja bersama.

Untuk informasi, salah satu estimasi di 2006 memperkirakan bahwa ada sekitar 350.000 orang Indonesia yang melakukan pengobatan di luar negeri dengan pengeluaran USD 500 juta.  Estimasi yang lebih baru memperkirakan bahwa ada sekitar 600.000 orang Indonesia yang melakukan pengobatan di luar negeri dengan nilai pengeluaran sekitar  USD 1.4 miliar. Sebagai perbandingan negara seperti Thailand yang relatif berhasil mengembangkan wisata kesehatan, dapat memperoleh devisa USD 3,2 miliar pada tahun 2011.

Baca juga:  Bersaksi di PN Jakarta, Luhut Tak Terima Disebut Penjahat dan "Lord"

Suatu survei global di sejumlah negara di dunia yang dilakukan McKinsey di 2008 perihal mengapa konsumen melakukan perawatan di luar negeri, alasan utama adalah: 40% karena mencari teknologi yang muktahir, 32% mencari perawatan yang lebih baik; 15% mencari pelayanan medis yang lebih cepat; dan hanya 9% yang mencari perawatan yang lebih murah.

Ternyata secara umum mencari perawatan yang lebih murah bukan alasan utama.  Justru yang diperlukan adalah peningkatan standar dari rumah sakit maupun SDMnya termasuk dari aspek pelayanan. Rumah sakit dan pengetahuan dokter dan perawat yang dianggap “baik” termasuk penggunaan teknologi yang muktahir, perawatan yang lebih baik dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberi pelayanan yang baik dan cepat.

Dengan ketersediaan sumber daya yang bersertifikasi internasional, peralatan medis terkini, sertifikasi dari lembaga internasional seperti Hospital Quality Improvement Accreditation (HA) dan Joint Committee International Accreditation (JCIA) dapat diperoleh.

Sedangkan kearifan lokal Indonesia yang kaya dan mendasari dikenalnya spa dan hal tersebut berarti pariwisata kebugaran mempunyai potensi menjadi produk unggulan khas Indonesia yang bisa bersaing di pasar global.

Baca juga:  Going Cashless, SOGO Gaet BRI Jalin Kerjasama

“Namun kesuksesan Bali menjadi “The Best Destination Spa in the World” belum didukung oleh basis ilmiah kesehatan di dalam negeri maupun dipatenkan secara internasional. Kearifan lokal kita yang demikian kaya dan beraneka ragam perlu kita angkat ke taraf evidence dan science based dan dilindungi, sehingga spa kebugaran Indonesia dapat berkompetisi secara global dan berkesinambungan di masa yang akan datang,” papar Untung.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, liburan sambil berobat mungkin masih asing di telinga beberapa traveler. Tapi ternyata, traveling gaya ini sedang digandrungi banyak orang. Tak cuma untuk masalah kesehatan, namun juga kecantikan.

“Di Bali contohnya, yang selama ini dikenal dengan pantainya yang indah ternyata juga memiliki rumah sakit dengan taraf internasional yang diminati untuk medical tourism. Salah satunya adalah BIMC Hospital yang ada di Nusa Dua, Bali. Tadinya, rumah sakit ini dikenal sebagai rujukan para turis asing yang sedang sakit saat liburan ke Pulau Dewata,” ungkap Menpar Arief Yahya.

Kini, turis yang ingin operasi plastik pun bisa dilakukan di sini. Banyak dari turis asal Australia yang melakukan operasi kecantikan seperti ini. “Kebanyakan mereka liburan sambil operasi kelopak mata yang sudah kendur, sedot lemak, mempercantik payudara dan sejenisnya,” pungkas Menpar Arief Yahya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *