Petani menyortir buah nanas yang akan dipasarkan. (BP/rin)

LAMPUNG, BALIPOST.com – Pemprov Bali lewat Perusda kini tengah menjalin kerjasama dengan PT. Great Giant Food (GGF) dalam produksi buah segar. GGF sendiri telah mendunia lewat ekspor pisang cavendish dan nanas, di samping memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Salah satu produk buah segarnya yang beredar dan cukup dikenal adalah pisang cavendish merk Sunpride. “Kerjasama kita dengan Perusda itu dalam bentuk corporate shared value. Jadi, sharing profit dengan Perusda,” ujar Managing Director PT. GGF, Wayan Ardana saat menerima rombongan Kegiatan Media Informasi Pembangunan (Presstour) Luar Daerah Tahap III Pemprov Bali di kantor Great Giant Foods, Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Rabu (20/11).

Menurut Ardana, produksi buah segar di Bali, utamanya dilakukan pada lahan milik Perusda di Pekutatan, Jembrana. Dari 114 hektare lahan yang ada, saat musim hujan akan mulai ditanam pisang cavendish pada sekitar 50 hektare lahan.

Setiap hektarenya ditarget menghasilkan sekitar 3.500 box, sehingga dalam setahun produksinya diperkirakan mencapai 200-250 ribu box. Jika nanti sudah melibatkan petani, akan dikembangkan pisang lokal yakni pisang mas. “Ini mungkin suatu titik awal, justru kita berharap nanti Pemprov Bali untuk bisa mengembangkan ke masyarakat dan ke petani untuk meningkatkan income mereka,” imbuh pria asal Bedulu, Gianyar ini.

Baca juga:  Tim Silat Pelatnas Siap Latih Tanding

Ardana menambahkan, pisang cavendish yang dihasilkan di Bali akan dipasarkan di Bali, Jawa Timur, dan NTB. Selama ini, pisang cavendish untuk daerah-daerah tersebut sebagian masih disuplai dari Lampung.

Padahal, jarak yang cukup jauh bisa membuat pisang cepat matang bahkan busuk. Oleh karena itu, produksi di Bali disebut dengan satellite farming karena lokasinya berdekatan dengan pasar yang dituju. Sebagai rotasi dari pisang, akan ditanam pula buah nanas di sana.

“Karena setelah tiga tahun atau sampai 6 tahun, pisang rentan dengan penyakit jamur Fusarium. Pada saat dia kena, kita harus rotasi untuk memutus siklus,” terangnya.

Dibandingkan di dataran rendah, lanjut Ardana, pisang cavendish bernilai lebih tinggi jika ditanam di dataran tinggi. Sebab temperatur dan kelembaban di dataran rendah lebih tinggi sehingga pisang akan lebih cepat matang.

Sedangkan di dataran tinggi, metabolismenya jauh lebih panjang sekitar 2 bulan. Hal ini membuat pisang lebih pulen dan manis. Oleh karena itu, pihaknya juga sedang mencari lahan di perbatasan Singaraja dengan Bedugul, Tabanan untuk mengembangkan produksi pisang cavendish di dataran tinggi.

Baca juga:  Jembrana Panen Perdana Pisang Cavendish Kualitas Ekspor

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali, I Wayan Suarjana mengatakan, buah-buahan lokal di Bali selama ini belum terkelola dengan baik. Padahal, komoditi tersebut sangat berpotensi mendongkrak pendapatan asli daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. “Kerjasama dengan GGF diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat terutama petani, termasuk di pelosok kabupaten-kabupaten kita. Ada pisang mas, mangga, manggis, salak dan lainnya bisa kita kedepankan,” ujarnya.

Suarjana berkeyakinan Bali mampu mengembangkan sektor pertanian lokal walaupun lahan pertanian terbilang sempit dan jumlah petani semakin berkurang. Oleh karena itu, Pemprov beserta para petani di Bali sudah selayaknya belajar banyak, terutama untuk memanfaatkan teknologi dalam penanganan hasil pertanian.

Dengan demikian, PAD Bali yang sekarang baru sekitar Rp 3,6 triliun diharapkan bisa meningkat signifikan menjadi Rp 5 triliun hingga Rp 10 triliun. “Rekan-rekan di GGF adalah contoh yang baik, dimana Lampung telah sukses dalam mengembangkan produk pertanian seperti nanas, pisang dan lainnya, sehingga memberikan hasil yang luar biasa,” jelasnya.

Baca juga:  Rencana Pembukaan Pariwisata Bali, Ini Kepastian dari Menko Luhut

Salah seorang petani di Lampung, Soleh mengaku penghasilannya meningkat setelah bermitra dengan PT. GGF dibandingkan saat masih melempar langsung produknya ke pasar. Per minggunya, pria asal Blitar ini rata-rata mampu meraup rupiah hingga Rp 1,7 juta. “Ini karena produk jadi punya kepastian penyerapan dan juga harganya,” ujarnya.

Peserta Kegiatan Media Informasi Pembangunan (Presstour) Luar Daerah Tahap III Pemprov Bali juga diajak melihat pabrik milik PT. GGF serta perkebunan yang mensuplai buah nanas. Saat ini, PT. GGF tercatat sebagai produsen nanas kaleng terbesar di dunia dengan produksi menyentuh 630 ribu ton per tahun dari 34 ribu hektare tanah perusahaan serta bekerja sama juga dengan petani setempat.

Produknya merambah pasar ekspor ke Jepang, Korea hingga Timur Tengah. GGF juga memproduksi buah pisang, jambu biji, semangka dan durian segar. Selain itu, menghasilkan pula produk berupa enzim bromelin dari hati dan batang nanas, yang banyak dimanfaatkan di bidang kesehatan dan kecantikan. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *