Gigitan
dr. Nyoman Suratmika. (BP/dok)
TABANAN, BALIPOST.com – Dari data rabies centre BRSU Tabanan, kasus gigitan HPR (Hewan Penular Rabies) baru tahun 2017 hingga Agustus mencapai 1512 kasus gigitan. Jumlah ini jika dibandingkan dengan tahun 2016 dalam rentang waktu yang sama mengalami penurunan dimana tercatat 1869 kasus atau menurun 20 persen.

Rinciannya, selama delapan bulan kasus gigitan baru HPR yang tercatat di BRSU Tabanan adalah Januari (166), Februari (189), Maret (213), April (179), Mei (203), Juni (204), Juli (189) dan Agustus (169).

Dari jumlah ini tidak semuanya mendapatkan VAR yaitu hanya 905 kasus mendapatkan VAR dari 1512 kasus gigitan baru. Selain kasus gigitan baru selama delapan bulan juga tercatat kasus lama atau yang datang kembali ke rabies center BRSU Tabanan untuk menjalani jadwal vaksinasi ulangan yaitu sebanyak kasus sehingga total kunjungan selama delapan bulan baik kasus baru maupun kasus lama tahun 2017 adalah 2695 kasus.

Baca juga:  Bendung Telepus Jebol, Petani Khawatir

Kepala Dinas Kesehatan Tabanan, dr. Nyoman Suratmika, Jumat (1/9) mengatakan adanya kasus gigitan yang mendapatkan VAR dan hanya di observasi ini dikarenakan sejak tahun 2016 Dinkes Tabanan menerapkan pemberian vaksin secara selektif. Dalam hal ini pemberian VAR hanya diberikan pada kasus gigitan yang benar – benar positif dari hasil laboratorium ataupun yang beresiko tinggi ataupun HPR yang menggigit tidak ditemukan sehingga sulit dilakukan observasi.

Baca juga:  Tunda Pembangunan Bandara Buleleng, Ini Alasan Pemerintah Pusat

Ia melanjutkan sejak tahun 2016 bagi yang tergigit anjing diminta untuk melapor ke Dinas Peternakan Tabanan terlebih dahulu untuk mengambil sampel HPR yang mengigit untuk dilakukan pemeriksaan. Jika hasilnya positif barulah diberikan VAR.  Pemberian vaksin juga diberikan kepada kasus resiko tinggi yaitu mendapatkan gigitan multiple, dalam dan dekat dengan kepala. Serta ciri-ciri HPR sudah mengarah ke rabies. Juga diberikan pada kasus gigitan dimana HPR tidak ditemukan karena termasuk hewan liar.

Dengan penerapan pemberian VAR yang selektif, kata Suratmika selain menekan pemakaian VAR yang tidak efektif juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih waspada terhadap rabies. Dari pendanaan sendiri baik tahun 2016 maupun 2017 sama-sama dianggarkan sebanyak Rp 800 juta di APBD induk. Jumlah ini dibandingkan tahun 2015 lebih sedikit dimana anggaran pada tahun tersebut mencapai satu milyar rupiah. ‘’Dulu anggaran vaksin mencapai satu milyar lebih dan karena harganya lebih mahal dan pemakaiannya tidak efektif terkadang jumlah tersebut kurang. Sekarang selain harga vaksin lebih murah dan pemakaian lebih efektif, jumlah Rp 800 juta mencukupi,’’ jelas Suratmika.

Baca juga:  Dinas Pertanian Cek Kesehatan Hewan Kurban

Menurut Suratmika selain rabies centre di BRSU, Tabanan juga memiliki rabies centre lain yaitu di Puskesas Baturiti I, Puskesmas Penebel I, Puskesmas Selemadeg dan Puskesmas  Kediri I. Untuk kasus positif pada manusia, terakhir terjadi di tahun 2015. ‘’Jadi untuk tahun  2016 maupun 2017 belum ada kasus positif pada manusia,’’ ujarnya. (wira sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *