KA-KI - Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait, Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy, Ketua Banggar DPR RI Azis Syamsuddin. (BP/ist)
JAKARTA, BALIPOST.com – Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noersy mengatakan utang luar negeri (ULN) pada dasarnya menjerat, sehingga mendikte kedaulatan negara. Karena penuh dengan berbagai ikatan-ikatan perjanjian yang luar biasa.

Menurut Noorsy, ULN yang terus meningkat sudah mengancam eksistensi negara. Sebab, posisi ULN saat ini dianggap sudah melampaui batas. “Dalam praktek bisnis, kalau utang sudah melebihi 3%, ya bisa dianggap berbahaya. Artinya, posisi ULN ini sudah melampaui batas,” kata Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi bertema ‘Utang Luar Negeri Untuk Siapa? di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/7).

Noorsy yang juga Direktur eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik mengakui jumlah ULN sangat fluktuatif. Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini posisi ULN sudah mencapai 34,08% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang berarti sudah dianggap membahayakan perekonomian negara. .

Baca juga:  Karena Ini, Moratorium Kapal di Selat Bali Diminta Diberlakukan

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Azis Syamsudin mengakui melonjaknya utang luar negeri (ULN) Indonesia memiliki pengaruh terhadap market. Namun demikian pemerintah dan DPR selalu mengusahakan agar tetap terjaga. “Ya memang ada ke arah itu, tapi pemerintah dan DPR selalu komunikasi,” kata Azis.

Menurut Azis, hingga saat ini secara teori rasio utang Indonesia masih aman, namun operasionalnya bisa berbeda. Makanya agar utang luar negeri bisa dikendalikan. “Kita usulkan agar utang pemerintah dan swasta dimonitor pemerintah,” imbuhnya.

Kendati demikian, Azis tidak membantah ULN harus terus dikaji dan hingga sekarang masih terus berproses. ULN diperlukan karena target pajak tidak tercapai sekitar Rp37 triliun. “Makanya pemerintah kita desak untuk menggenjot penerimaan pajak,” tegasnya.

Baca juga:  Dari Babi Hilang Tapi Jeroannya Didapati di Luar Kandang hingga Asal Pratima Ditemukan di Klungkung
Target Tak Terpenuhi

Senada, anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait mengatakan struktur APBN memang dibangun 75% dari pajak. Target pajak tak terpenuhi, karena memang ekonomi sedang melambat. “Tentu setiap negara cara menghadapinya berbeda-beda guna mendorong pertumbuhan, kita sarankan beri kemudahan untuk UKM dan swasta. Jadi harus ada berbagai sistem untuk mencapai target pajak itu,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sebagai parpol koalisi makanya pihaknya mendukung ada pemotongan anggaran pada berbagai kementerian dan lembaga. “Kita setuju, kalau yang dipotong itu perjalanan dinas, kunker, seminar dan lain-lainnya. Namun kalau dana subsidi jangan, karena itu untuk rakyat,” kata politisi dari PDI Perjuangan ini.

Baca juga:  Puluhan Gempa Landa Bali, Ini Kata BMKG

Berdasarkan data, menurut Maruarar, utang luar negeri mencapai Rp384 triliun. Namun ULN lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Lihat saja, jalan macet dimana-mana karena proyek infrastruktur MRT, LRT sedang dikerjakan.

“Kalau ULN untuk fasilitas negara, tidak perlu. Jadi ULN karena target pajak terlalu tinggi. Kita harus realistis, jadi ini ketinggian. Apalagi target pajak beberapa tahun memang tidak pernah tercapai,” tegasnya.

Presiden Jokowi, menurutnya tidak mau membangun hanya daerah-daerah padat penduduk. Namun pembangunan infrastruktur dilakukan secara merata ke semua daerah.

“Ada yang tanya kenapa infrastruktur dibangun pada daerah yang tidak padat, bisa saja Jokowi lakukan itu. Tapi Jokowi mau melakukan pemerataan pembangunan, termasuk bangun jalan di Papua,” jelasnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *