SINGARAJA, BALIPOST.com – Menyusul kerusakan garis pantai di Buleleng, pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida sejak tahun 1980 silam melakukan upaya perbaikan. Akan tetapi karena hampir semua garis pantai terabrasi, sehingga kerusakan itu belum tertangani dengan optimal. Kondisi ini diperparah lagi karena keterbatasan anggaran, sehingga pola penangananya dilakukan dengan pertimbangan skala prioritas.

Demikian diungkapkan Kepala BWS Bali-Penida Ketut Jayada di Singaraja Kamis (6/6). Dia mengatakan, kerusakan garis pantai bukan saja di Buleleng, akan tetapi di daerah lain di Bali juga mengalami hal yang sama. Khusus di Buleleng, setiap tahun pihaknya melakukan penanganan kerusakan pantai akibat abrasi.

Tahun ini, BWS menangani abrasi pantai di Desa Tinga Tinga, Kecamatan Gerokgak. Bertahun-tahun pantai ini terabrasi akibat hempasan gelombang pasang. Bahkan, gerusan ombak nyaris menghanyutkan areal Pura Segara Desa Pakraman Tinga Tinga.

Baca juga:  Karena Ini, Pansus Batalkan Pembahasan Ranperda Pelindungan Mata Air

Kerusakan yang terbilang parah dan mengancam kelestarian kawasan pura, BWS memutuskan untuk membangun pengaman pantai dengan konstruksi batu armor. “Kita ketahui di sana abrasinya parah dan pura nyaris hanyut. Sekarang kami sedang kerjakan, dan ini harus dimaklumi karena bukan terlambat tapi karena anggaran terbatas jadi penanganan skala prioritas,” katanya.

Selain di Gerokgak, lanjut Jayada, tahun ini BWS juga menangani kerusakan kawasan Pantai Hepi di Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng. Pantai ini sejak bertahun-tahun juga terabrasi karena tergerus gelombang laut. Penanganan kerusakan pantai di Tukadmungga ini selain dengan konstruksi batu armor, BWS juga melakuan ujicoba konstruksi tiga B (Blok Beton Bertulang-red). Uji coba ini untuk mendapatkan konstruksi yang tepat, sehingga bisa diterapkan dalam penanganan abrasi di lokasi lain. “Kalau dari tahun 1980 berbagai konstruksi kita coba dan seperti di Tukadmungga kita ujicoba konstruksi 3B. Dan konstruksi ini untuk smenetara amro epektif sekali, tapi memang biayanya mahal,” jelasnya.

Baca juga:  Di 2018, Badung Kembali Alokasikan Belasan Perangkat Gambelan untuk Banjar

Sekedar diketahui, kerusakan pantai di Bali Utara sampai 2017 tercatat sepanjang 5,886 kilometer (Km). Data di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Buleleng menyebutkan, garis pantai utara (pantura) tercatat sepanjang 157,050 Km.

Dari panjang tersebut, bibir pantainya mengalami kerusakan karena abrasi sepanjang 44,017 Km. Pemerintah baru bisa menangani sepanjang 38,211 Km. Dengan demikian, pantai yang sekarang masih terabrasi hingga sekarang tercatat 5,886 Km. Selain menyisakan bibir pantai yang belum tertangani, ada beberapa lokasi kerusakan pantai yang sudah ditangani, sekarang kembali mengalami kerusakan.

Baca juga:  Beda Lagi 5 Kasus, Tambahan Positif COVID-19 di Bali Antara Pusat dan Provinsi

Kondisi ini terjadi pada bangunan revetment pantai di obyek wisata kolam Air Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan ambruk setelah tergerus oleh bombak pasang pada musim cuaca ekstrim belum lama ini. Menyusul kerusakan revetment pantai itu, hingga sekarang belum dipastikan kapan pemerintah akan memperbaiki kerusakan pantai di kawasan obyek wisata itu akan ditangani. (mudiarta/balipost)

Penanganan abrasi pantai di Buleleng belum tuntas. Hingga tahun ini masih ada 5,886 Km garis pantai utara yang dibiarkan terabrasi. (BP/dok)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *