Para terdakwa saat menunggu giliran sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) merupakan dua hal yang mesti dihindari karena menjadi penyebab melakukan tindakan pidana, seperti indikasi korupsi di tempat bekerja.

Setidaknya ada dua oknum pegawai bank di lokasi berbeda, yakni di Ubud, Gianyar dan Setiabudi, Buleleng, yang merasakan akibat judol dan pinjol tersebut membawanya ke jeruji besi. Bahkan mereka harus didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar, karena melakukan korupsi di bank plat merah tempatnya bekerja.

Terdakwa I Made Dwi Anggara salah satunya yang merupakan mantan mantri di bank di Buleleng dituntut pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 200 juta, subsidiair empat bulan kurungan.

Baca juga:  Aeromodeling Loloskan Dua Atlet

Terdakwa juga dibebankan membayar uang pengganti sebagai akibat kerugian keuangan negara sebesar Rp 377 juta, subsidiair tiga tahun penjara.

Atas tuntutan itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan pledoi atau pembelaan. Dikonfirmasi, Sabtu (8/11) kuasa hukum terdakwa, Indah Elysa mengakui bahwa ada sebagian dana KUR yang digunakannya untuk berjudi online.

Hanya saja, itu bukanlah pinjaman terdakwa sendiri, melainkan bentuk pinjaman ke terdakwa lain bernama Gede Gawatra.

“Terkait terdakwa telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang tidak sesuai prosedur di bank Cabang Setiabudi tehadap dana KUR, namun terhadap dana kerugian berupa uang yang digunakan oleh terdakwa I Made Dwi Anggara untuk judi inline adalah murni pinjaman pribadi terdakwa I Made Dwi Anggara terhadap Gede Gawatra,” jelas Indah Elysa dalam eksepsinya.

Baca juga:  Diburu, WN Australia Pemasok Narkoba Puluhan Miliar

Hal menarik, menurut Indah sesuai Pasal 3 UU Tipikor,  yang memiliki kewenangan adalah pejabat yang berwenang atau pegawai di dalamnya. Namun, kata Indah,  Gede Gawatra dan Wayan Edi Suparman (berkas penuntutan terpisah) tidak memiliki kewenangan yang sama dianggap memiliki kewenangan yang sama.

Atas pembelaan itu, Dwi Anggara melalui kuasa hukumnya minta hukumnya yang seringan-ringannya.

Alasan lain, selain uang judol disebut pinjaman pada terdakwa lain, untuk memperingan hukuman terdakwa karena dia masih mempunyai tanggungan hidup tiga orang anak yang masih kecil. Mereka memerlukan biaya pendidikan dan biaya hidup serta kasih sayang terdakwa sebagai seorang ayah serta terdakwa juga bertanggung jawab penuh terhadap kedua orangtua terdakwa yang saat ini sudah lanjut usia.

Baca juga:  Road to Hakordia 2022 di Provinsi Bali Dimeriahkan Senam Sehat Anti Korupsi dan Hiburan

“Terdakwa masih mempunyai banyak kesempatan untuk memperbaiki diri dan merupakan tulang punggung keluarga yang saat ini menanggung beban biaya hidup keluarga besar,” pinta Indah Elysa.

Sehingga tuntutan enam tahun dan empat bulan penjara serta denda Rp 200 juta dinilai sangat berat bagi terdakwa. Belum lagi membayar uang pengganti Rp 377,5 juta.

Terdakwa lain yakni Gawatra dan Edi juga diberikan kesempatan melakuan pembelaan. (Miasa/balipost)

BAGIKAN