Terdakwa Made Kuta bersalaman dengan tim kuasa hukumnya usai vonis di Pengadilan Tipikor Denpasar. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dua orang pejabat di Kabupaten Buleleng dihukum sama oleh hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.

Dalam kasus korupsi dalam hal pengurus izin untuk rumah subsidi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, I Made Kuta, dihukum 4,5 tahun. Begitu juga Ngakan Anom Diana K.N., S.T, divonis 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan.

Dikonfirmasi, Sabtu (25/20) JPU yang menyidangkan perkara ini, memilih untuk memanfaatkan waktu sepekan untuk pikir-pikir. Jadi, kasus ini belum inkrah.

JPU Nengah Astawa, Lee Whisnu Diputra dkk., sebelumnya meminta supaya Kuta dituntut dituntut selama enam tahun penjara.

Baca juga:  Dua Wilayah di Denpasar Catatkan Warganya Meninggal COVID-19

Sebelumnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, I Made Kuta, Jumat (24/10) dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No: 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Gede Putra Astawa kemudian menghukum terdakwa I Made Kuta, dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan, serta denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca juga:  Kasus Rumah Subsidi, Kepala DPMPTSP Buleleng Mulai Diadili

Terdakwa yang menjabat dan menerima pendelegasian wewenang perizinan dari Bupati Buleleng telah memaksa meminta uang pada pengusaha yang mengajukan permohonan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang sejatinya pembangunan tersebut untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau yang sering disebut rumah subsidi. Nilainya tak tanggung-tanggung yakni Rp 1.599.227.000.

Diuraikan dalam beberapa pertimbangan di pengadilan yang disebut sebagai fakta hukum  bahwa sejatinya pengurusan KKPR dan PBG itu tidak dipungut biaya oleh pemerintah. Namun oleh terdakwa selaku kadis malah dipaksa meminta uang.

Baca juga:  Residivis Spesialis Jambret WNA Ditangkap

Jika tidak mau menyerahkan uang, maka izin KKPR dan BPG tidak akan diterbitkan. Menurut JPU, unsur pemaksaan sudah terpenuhi.

Namun demikian, ada beberapa saksi atau pengusaha pengurus izin sempat minta dasar hukum pemintaaan Rp 50 juta. Namun terdakwa tak mau atau tak mampu memberikan. Jaksa menilai permintaan itu hanyalah akal-akalan terdakwa untuk meminta biaya perizinan KKPR dan BPG atas ketidaktahuan atau ketidakpahaman pengurus izin. (Miasa/balipost)

BAGIKAN