Terdakwa I Made Kuta usai sidang berjalan di depan jaksa di di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (1/7). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam persidangan perdana kasus rumah subsidi yang menjadikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), I Made Kuta sebagai terdakwa, Selasa (1/7), jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan sederetan nama korban pemerasan dalam kasus ini.

JPU Nengah Astawa, Agung Gede Lee Wisnhu Diputera, Ni Luh Oka Ariani Adikarini dkk., di hadapan majelis hakim yang diketuai Gede Putra Astawa, merinci sejumlah pengembang yang jadi korban.

Kisaran jumlah uang yang disetor pengembang ini bervariasi antara puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Bahkan, ada satu pengembang yang menyetor hampir setengah miliar rupiah.

Baca juga:  Raup Ratusan Juta, Mafia Tanah Dibekuk

Dari data yang disebutkan JPU, salah satu korban, berinisial KB yang merupakan Direktur PT. PP menyetor sebesar Rp 490.000.000.

Selain itu, masih dalam dakwaan jaksa dari Kejati Bali, terdakwa Kuta dinilai juga telah memaksa para pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk menyerahkan uang dengan jumlah bervariasi, antara belasan juta hingga ratusan juta rupiah.

Salah satu lokasi yang diurus izin dalam dalam kasus pemerasan ini, atau permohonan izin prinsip lahan berlokasi di Desa Panji seluas 3.760 meter persegi.

Baca juga:  Dikirimi Karangan Bunga, Ini Kata Kasatreskrim

Masih dalam dakwaan, dibeberkan juga bahwa I Made Kuta, baik melalui saksi Made Suremawan, Komang Joni Sukriantana dan I Ketut Yudha Yasa, telah menerima dana sebesar Rp 3.117.043.000. Rinciannya, diterima langsung oleh terdakwa I Made Kuta Rp 1.363.730.000, lewat Made Suremawan Rp 839.500.000, melalui Komang Joni Sukriantana, sebesar Rp 830.813.000, dan diterima dari I Ketut Yudha Yasa sebesar Rp 83.000.000. Sementara itu, Ngakan Anom Dian Kesuma Negara menerima sebesar Rp 568.700.000.

Baca juga:  Doble Ditemukan Tewas Di Setra

Secara keseluruhan, perbuatan terdakwa Kuta bersama Anom diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan itu, Kuta melalui kuasa hukumnya berencana mengajukan eksepsi, namun terlebih dahulu akan mempelajari dakwaan JPU. Sedangkan Ngakan Anom memilih tidak mengajukan eksepsi. (Miasa/balipost)

BAGIKAN