SEMARAPURA, BALIPOST.com – Memasuki rahina Tilem Kapitu, Desa Batumulapan, Kecamatan Nusa Penida, menggelar upacara caru di pantai setempat, Jumat (24/1). Ritual setiap tahun ini untuk menetralisir alam buta, agar terwujud keseimbangan alam di pesisir pantai.

Setelah upacara mecaru, baru dilanjutkan dengan pelaksanaan Nyepi Segara yang dilaksanakan selama sehari penuh, khusus di wilayah Desa Batumulapan. Upacara dipusatkan di ujung aliran kali menuju laut (tukad mati).

Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah loloan. Bendesa Adat Batumulapan I Wayan Sweca Sabtu (25/1) siang mengatakan upacara mecaru yang digelar di pantai, sebagai upaya penyeimbangan alam khususnya pesisir pantai, agar dijauhkan dari segala bencana maupun penyakit. Sehingga, warga setempat selalu dalam keberkahan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Baca juga:  Sejak Pelimpahan, Klungkung Belum Tuntaskan Validasi Piutang PBB

Selain itu, ini juga, menurutnya, sebagai wujud syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai sang pencipta atas segala isi bumi dan segala manfaat yang telah diberikan pada umat manusia. Tidak hanya itu, kata Sweca, ritual ini juga sebagai cara umat setempat untuk menjaga keseimbangan antara buana alit dan buana agung. “Ini sebagai wujud bakti dan syukur atas keberkahan dan kelimpahan alam yang telah diberikan kepada kami,” katanya.

Baca juga:  Rencana Penataan Pantai Atuh Dimatangkan Tahun Ini

Setelah upacara mecaru, sehari berikutnya diselenggarakan Nyepi Segara. Nyepi Segara khusus di wilayah Desa Adat Batumulapan, pelaksanaannya hampir sama dengan Nyepi Segara skala besar yang diselenggarakan Kecamatan Nusa Penida saat Ngusaba Jagat.

Sehingga, dalam sehari penuh, seluruh wilayah pesisir Batumulapan tidak ada aktivitas nelayan, baik saat menangkap ikan, naik boat atau menggarap rumput laut. Semuanya hening selama sehari, sebagai bagian dari pelaksanaan tradisi dan budaya setempat.

Baca juga:  "Broken Beach" Diserbu Wisatawan

Nyepi Segara sebagai salah satu cara warga setempat untuk menghomati laut dengan segala isinya. Sehingga hening selama sehari, termasuk dari aktivitas pariwisata, akan memberi banyak manfaat laut.

Dalam mitologi warga Nusa Penida, Nyepi Segara ini juga dilaksanakan untuk memberi ruang bagi penguasa laut atau Dewa Baruna melaksanakan Tapa Brata Yoga dan Samadhi, dalam mewujudkan keseimbangan alam laut setempat. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *