Gubernur Bali Wayan Koster meresmikan dimulainya penggunaan aksara Bali dengan membuka tirai merah yang menutupi papan nama Kantor Gubernur Bali, Jumat (5/10). (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemprov Bali menegaskan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali telah memenuhi persyaratan dan proses penetapan produk hukum daerah.

“Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” ujar Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali A.A. Ngurah Oka Sutha Diana dalam keterangan pers, Minggu (1/12).

Menurut Sutha Diana, Pergub 80 Tahun 2018 juga telah melalui proses fasilitasi, verifikasi dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri RI sehingga dapat diundangkan pada tanggal 26 September 2018. Pihaknya membantah jika pergub itu disebut bertentangan dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Terutama berkaitan dengan posisi Aksara Bali dalam penulisan papan nama kantor, jalan, gedung, sarana pariwisata, dan fasilitas umum lainnya di atas nama yang ditulis dengan huruf Latin. “Penggunaan Aksara Bali justru merupakan bentuk penguatan identitas budaya daerah sebagai bagian utuh kekayaan budaya nasional dalam kerangka Ideologi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.

Baca juga:  PHDI Imbau Umat Hindu Tunda "Meajar-ajar" ke Besakih

Terlebih, lanjut Sutha Diana, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 236 ayat (4) memberikan kewenangan kepada kepala daerah menyusun peraturan daerah yang memuat materi muatan lokal. Itupun pengalihaksaraan huruf Latin ke dalam Aksara Bali tetap mengikuti kaidah pelafalan Bahasa Indonesia, di samping tetap menggunakan Bahasa Indonesia itu sendiri.

Ditambah lagi, tulisan dibuat memakai warna hitam dengan latar belakang warna gradasi merah ke putih. “Sejauh ini, pemberlakuan Pergub 80 Tahun 2018 telah mendapat sambutan positif dari seluruh lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga swasta, dan masyarakat luas sebagai bukti kesungguhan komitmen dalam memuliakan Aksara Bali,” imbuhnya.

Baca juga:  Coba Terobos Istana Merdeka, Wanita Bawa Senjata Diamankan

Sutha Diana menambahkan, Aksara Bali bukan sekadar huruf biasa, melainkan aksara suci yang dimuliakan oleh masyarakat Bali. Aksara Bali telah digunakan sebelum dikenal huruf latin. Termasuk dalam Kakawin Sutasoma yang memuat Bhinneka Tunggal Ika dan nama Pancasila, terbukti menyelamatkan khasanah budaya Nusantara. Aksara Bali juga telah menyejahterakan kalangan pangawi (sastrawan), seniman, dan perajin melalui karya-karyanya, seperti seni prasi, tika, dan aneka terbitan karya sastra. “Aksara Bali merupakan aksara yang masih hidup dan berfungsi sebagai media komunikasi, alih pengetahuan, ekspresi seni, dan dokumen-dokumen kultural secara turun temurun,” tegasnya. (Rindra Devita/balipost)

Baca juga:  Tak Cuma Dominasi Tambahan Kasus, 4 Zona Merah Juga Sumbang Kematian Terbanyak
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *