Ilustrasi . (BP/dok)

Debat calon presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepertinya dinanti masyarakat. Setelah debat informal yang dilakukan kedua pasangan di berbagai moda media. Baik yang dilakukan oleh masing-masing ataupun lewat proxy-nya. Karena merupakan acara yang ditunggu, setelah sebelumnya melewati berbagai drama serta bumbu-bumbu penyedap lainnya, diharapkan kualitas debat ini benar-benar memaparkan visi-misi sang kandidat. Lebih jelas dan lebih tajam.

Jangan kemudian model perdebatan di medsos dan semacamnya justru pindah ke arena debat resmi KPU, sehingga semuanya menjadi kabur dan menjadi debat kusir. Apalagi kemudian para kontestan, panelis, dan moderator tidak mampu membawakan perdebatan secara objektif dan malah terbawa keadaan. Ini berbahaya. Karena visi-misi yang justru akan dijelaskan secara terang benderang akan tetap gelap.

Baca juga:  Menang Kalah Debat, Adakah Itu?

Apa yang akan diambil hikmahnya kalau begini? Tentu tidak ada. Kita sebagai masyarakat akan disuguhkan acara kekanak-kanakan yang sama sekali tidak bermutu. Saling serang, sindir, nyinyir dan sebagainya. Jauh dari kesan bermartabat kayaknya kontestasi seorang kepala negara. Nah, ini cuma gambaran buruknya. Asumsi kalau perhelatan debat itu berjalan tidak sesuai harapan.

Akan tetapi, tentu kita masih berharap semua peserta mampu menahan diri dan bersikap sebagai negarawan. Ini bukan debat kusir. Bukan debat di warung kopi. Tetapi debat yang mempertaruhkan nasib sebuah bangsa. Jangan terjebak pada hal-hal sepele. Jangan mudah terbawa emosi sesaat. Kepada para kontestan, panelis maupun moderator kini dibebankan harapan yang sangat tinggi. Harapan sebuah masa depan gemilang yang akan kita songsong bersama. Siapa pun nanti keluar sebagai pemenang. Mereka punya visi-misi yang mulia. Bukan sekadar kemenangan mereka serta kelompoknya.

Baca juga:  Bijak Mengelola Data Kependudukan

Yang pasti, dalam debat nanti, pasangan calon presiden dan wakil harus banyak melatih diri untuk bisa memenuhi standar kelompok masyarakat yang nantinya akan menentukan pilihan. Kecerdasan menyampaikan gagasan dan logika pikir pengelolaan bangsa tentu akan menjadi salah satu tolok ukurnya.

Jangan sampai debat menjadi ajang delegitimasi dan propaganda tanpa dasar dan data akurat. Retorika dalam debat tetap penting, namun retorika bukan dalam konteks membodohi publik. Debat hendaknya menjadi salah satu ruang bagi calon pemilih untuk bisa menentukan sikap atau setidaknya mempertegas  pilihan politik pada pilpres nanti.

Baca juga:  Fokus pada Pencapaian Prestasi
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *