Suasana FGD terkait desain pelaksanaan Pemilu 2029 pascaputusan MK. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) membawa perubahan besar dalam desain pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Dalam putusan bernomor 135/PUU-XXII/2024 itu, MK menegaskan bahwa Pemilu Nasional yang mencakup pemilihan Presiden, DPR, dan DPD akan dipisahkan dari Pemilu Daerah yang meliputi pemilihan DPRD serta kepala daerah.

Artinya, sistem lima kotak yang digunakan pada Pemilu 2024 dinyatakan tidak lagi berlaku. Berdasarkan keputusan MK tersebut, kedua pemilu akan dilaksanakan dengan jarak waktu sekitar 2 – 2,5 tahun.

Pemilu Nasional akan digelar lebih dulu, disusul Pemilu Daerah pada periode berikutnya. Menjawab perubahan ini, Peneliti yang juga bertindak sebagai koordinator penyusunan kajian desain Pemilu dan Pilkada secara nasional, Prof Djohermansyah Djohan bersama Pemerintah Provinsi Bali menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Desain Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada untuk Memperkuat Sistem Presidensial, Desentralisasi, dan Otonomi Daerah”, di Ruang Wiswa Sabha Pratama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (27/10).

Baca juga:  Penuhi Panggilan Satpol PP Bali, Ini Kata Manajemen Nuanu

Prof. Djohermansyah menjelaskan penyusunan kajian ini bertujuan untuk mencari format terbaik pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia yang tidak hanya efisien secara teknis dan biaya, tetapi juga selaras dengan prinsip presidensialisme dan semangat otonomi daerah.

Menurutnya, pengalaman pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019 dan 2024 memberikan banyak pelajaran, terutama terkait tumpang tindih agenda politik antara pusat dan daerah, beban penyelenggaraan yang tinggi, serta risiko kelelahan politik di masyarakat dan penyelenggara.

Prof. Djohermansyah Djohan menyampaikan sejumlah usulan penting muncul dalam forum ini untuk memperbaiki desain pemilu di masa mendatang. Aspek yang paling banyak disoroti adalah soal sistem proporsional dalam pemilu legislatif.

Baca juga:  DPT Nasional Ditetapkan, KPU Tetap Beri Kesempatan Kubu Prabowo-Sandi Koreksi

Apakah akan tetap menggunakan sistem pemilihan proporsional dengan daftar calon yang terbuka seperti yang berlaku sekarang, atau yang tertutup seperti zaman dulu mencoblos tanda gambar saja. Sedangkan daftar namanya pemimpin partai yang menentukan.

Ia juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Menurutnya, terdapat sejumlah pandangan baru yang muncul dari peserta FGD untuk mempertimbangkan kembali mekanisme pemilihan tidak langsung, terutama dari sisi efisiensi pembiayaan dan peningkatan kualitas kepemimpinan.

“Kalau yang kemarin kan pemilihannya langsung semua. Nah, itu juga ada usulan untuk dipertimbangkan dari segi pembiayaan dan juga dari segi kualitas kepemimpinan agar pemilihannya menjadi pemilihan tidak langsung,” katanya.

Baca juga:  Jokowi-Ma'ruf Resmi Daftarkan Diri ke KPU

Menanggapi wacana pemisahan pemilu nasional dan lokal, Djohermansyah menjelaskan bahwa tim peneliti masih mengkaji dampak positif dan negatifnya. Pemisahan jadwal pemilu juga harus dilihat dari sisi politik dan hukum, karena masih terdapat ruang perubahan dalam dinamika politik nasional.

Djohermansyah menegaskan, hasil FGD di Bali akan menjadi bagian dari penelitian yang tengah dilakukan di 8 provinsi lainnya sebagai masukan untuk pemerintah pusat dalam menentukan arah kebijakan penyelenggaraan pemilu di masa depan.

Terkait potensi peningkatan beban kerja dan anggaran apabila sistem pemilu diubah, Djohermansyah menilai hal itu merupakan konsekuensi dari pilihan demokrasi yang diambil Indonesia. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN