Wisatawan menikmati keindaham alam Desa Pejukutan, Nusa Penida. (BP/dok)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Krisis air bersih di Desa Pejukutan dan Sekartaji, Kecamatan Nusa Penida yang telah berlangsung bertahun-tahun menjadi atensi Pemkab Klungkung. Melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Kawasan Permukiman, pada 2019 diusulkan permohonan anggaran ke pemerintah pusat yang mencapai Rp 4,8 miliar. Kepala Bidang Cipta Karya, Ketut Wirya Santosa menyampaikan itu, Senin (18/6).

Anggaran tersebut, Rp 2,5 miliar untuk mendukung 500 sambungan rumah di Desa Sekartaji dan sisanya di Desa Pejukutan untuk 460 sambungan rumah. Sesuai rencana, air yang dimanfaatkan tetap dari sumber Guyangan, Desa Batukandik dengan debit sampai ratusan liter per detik. “Diusulkan 2019 ke pusat melalui Dana Alokasi Khusus. Nanti sumber air guyangan akan dimaksimalkan. Jaringan pendistribusian akan ditambah,” jelasnya.

Baca juga:  Dibiarkan Mangkrak Puluhan Tahun, Tabanan Masih Terus Berupaya Tata DTW Bedugul

Pemenuhan air bisa saja dengan membangun sumur bor. Namun untuk di dua wilayah tersebut dirasa cukup sulit. Kondisi geografis menjadi salah satu tantangan. Desa Tanglad sejatinya juga mengalami hal serupa. Namun pada 2019 belum diusulkan adanya penanganan. “Usulan melihat skala prioritas. Untuk di Tanglad akan menyusul,” ucapnya.

Penanganan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga dilakukan melalui droping oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Klungkung.

Baca juga:  Jelang Puncak G20, TNI Simulasi Jinakan Bom

Seperti berita sebelumnya, tokoh masyarakat Desa Pejukutan, I Nyoman Yudiadnyanawan mengungkapkan krisis air bersih sudah menjadi persoalan klasik. Khusus untuk musim kemarau ini sudah membeli sejak dua bulan lalu.

Tak dimungkiri, pengeluaran yang cukup besar, memberatkan masyarakat, terutama yang ekonominya menengah ke bawah. Harganya cukup mahal. 2 ribu liter mencapai Rp 500 ribu. Hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Bagi masyarakat yang memiliki ternak atau lahan pertanian, kebutuhanya lebih tinggi. “Cukup menambah pengeluaran. Sebulan bisa habis Rp 1,5 juta untuk beli air saja,” katanya.

Baca juga:  Polda Keluarkan SP3 Untuk Mudana, Bupati Pastikan Tetap pada Jabatan Eselon II

Sempat juga disampaikan, krisis air menyebabkan pembangunan fisik, salah satunya akomodasi pariwisata juga turut terhambat.  “Satu sisi sektor pariwisata digenjot semakin berkembang. Tetapi air jadi persoalan. Warga yang punya modal jadi tanggung untuk berbuat karena ini,” keluhnya. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *