
MANGUPURA, BALIPOST.com – Rencana pembangunan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) memasuki tahap Studi kelayakan atau Feasibility Study (FS). Perumda Air Minum Tirta Mangutama atau PDAM Badung melakukan FS untuk menyesuaikan kondisi lapangan terkini, termasuk perbedaan karakteristik wilayah setelah dilakukan kunjungan ke Gili Trawangan, Lombok.
Direktur Utama Perumda Air Minum Tirta Mangutama, I Wayan Suyasa menegaskan, SWRO dirancang mengolah air laut menjadi air siap minum. Teknologi ini dianggap mampu memenuhi kebutuhan air bersih secara berkelanjutan, terutama pada kawasan pariwisata.
“Air itu diolah apakah akan memasuki sistem perpipaan kita? Itu tidak layak. Karena biasanya kualitasnya sangat bagus, air siap minum,” ujar Suyasa pada Senin (17/11).
Suyasa menambahkan, sistem perpipaan yang ada saat ini relatif berusia tua. Selain itu, hasil produksi air siap minum dari SWRO hanya dapat dimanfaatkan 30–40 persen sehingga memerlukan perhitungan cermat.
Karena itu, FS lanjutan disusun untuk memetakan lokasi, skema aliran distribusi hingga estimasi biaya investasi. “Ini sedang disusun, nanti akan tergambar dimana lokasi, kemana alirannya, dan harganya berapa,” ungkapnya.
Direktur Teknik Perumda Air Minum Tirta Mangutama, I Made Suarsa menjelaskan bahwa pembangunan SWRO direncanakan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana yang diterapkan di beberapa daerah lain. Namun, keputusan final baru dapat diambil setelah studi kelayakan selesai.
“Kami benar-benar akan matangkan, supaya SWRO ini secara FS supaya tidak keliru,” ucap Suarsa.
Biaya pembangunan SWRO disebut sangat tinggi sehingga perlu pertimbangan matang agar tidak membebani pelanggan. Dalam kajian awal, penyaluran air SWRO kemungkinan memerlukan jaringan perpipaan baru dan lokasi konstruksi harus dipilih secara strategis.
Suarsa mencontohkan kondisi yang berbeda dengan Gili Trawangan. “Kalau di Gili Trawangan itu sangat berbeda sekali kondisinya. PDAM di sana hanya menjual selisih yang dijual ke mereka. Pipa distribusi dipasang oleh pihak ketiga, pelanggan dicarikan, perumda hanya perlu mencatatkan,” terangnya.
Dengan sistem berbeda tersebut, kolaborasi investasi SWRO di Badung dipastikan tidak dapat mengadopsi model yang sama. FS ditargetkan rampung pada 2026 sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan pembangunan.
“Jadi nantinya kami dapat berproses untuk melaksanakan kegiatan. Seperti apa modelnya, tentunya akan kembali lagi kepada analisa keuangan,” imbuhnya. (Parwata/balipost)










