hibah
Ilustrasi. (BP/dok)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Keberadaan tenaga kontrak di lingkungan Pemkab Buleleng menjadi sorotan DPRD Buleleng. Selain jumlahnya hampir menyamai jumlah PNS, anggaran gaji yang dikeluarkan mencapai Rp 97 miliar untuk 2017.

Menurut anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Buleleng Putu Tirta Adnyana, beberapa tahun ini keberadaan tenaga kontrak yang dipekerjakan pemerintah menunjukkan peningkatan. Sayangnya, pemerintah tidak memiliki jumlah pasti berapa sebenarnya tenaga kontrak yang ada.

Namun dari perhitungan kasar, diprediksi jumlah tenaga kontrak mencapai lima ribu orang. Jumlah ini hampir menyamai jumlah PNS yang mencapai delapan ribu orang. “Memang data pasti tidak ada karena pemerintah sendiri yang tidak memiliki data, dan kalau hitung-hitungan kami tenaga kontrak terus bertambah. Di 2017 saja menghabiskan anggaran untuk gaji Rp 97 miliar,” katanya.

Baca juga:  Entaskan Pengangguran dan Kemiskinan, Pemkab Dorong Penyerapan Naker Melalui Padat Karya

Menurut politisi asal Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula ini, menghindari jumlah tenaga kontrak yang terus bertambah, pemerintah mestinya melakukan evaluasi kinerja dan memutus kontrak pekerjaan yang tidak sesuai beban kerja yang ada. Upaya ini diyakini dapat menghemat anggaran untuk gaji bulanan, sehingga anggaran itu bisa dialihkan untuk membiayai program skala prioritas lain.

Di samping itu, evaluasi menyeluruh ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah di bawah kendali Bupati Putu Agus Suradnyana dan Wakil Bupati dr. Nyoman Sutjidra, Sp.O.G. yang sebelumnya akan mentesting ulang tenaga kontrak dalam rangka mengepektifkan tanaga kontrak sekarang ini. “Satu-satunya upaya evaluasi dan dulu pernah disampaikan akan ada testing untuk mendata ulang tenaga kontrak, tapi faktanya tanaga kontrak terus bertambah. Untuk itu, evaluasi ini penting dilakukan dan kalau memang tidak dibutuhkan harus diberhentian jangan dibiarkan saja,” jelasnya.

Baca juga:  Digelontor Beragam Program, Kemiskinan di Buleleng Diklaim Turun 32,16 Persen

Tirta Adnyana menambahkan selain mengkaji ulang, pemerintah perlu memastikan dasar hukum yang digunakan ketika pemerintah akan membayar gaji bulanan setiap tenaga kontrak itu sendiri. Hal ini penting karena regulasi yang tidak jelas itu, tenaga kontrak di daerah ini menerima nafkah bulanan tanpa mengikuti besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan pemerintah.

Tirta mencontohkan, guru kontrak yang tugasnya sama dengan guru PNS digaji Rp 1,2 juta per buan. Sementara guru PNS dan mendapat gaji dan tunjangan sertifikasi mencapai total Rp 8 juta se bulan. Pada kondisi ini, kalau pemerintah serius akan mengeveluasi kebijakannya, guru kontrak harusnya digaji minimal standar dengan UMK yang berlaku. “Kita ketahui kalau mereka dipekerjakan dengan SK dinas, lalu untuk membayar gaji mereka apa dasar hukumnya. Ini ke depan perlu dicarikan jalan keluar kalau memang ada, akan sangat baik, sehingga tenaga kontrak yang memang bekerja dengan beban kerja yang dibutuhkan dan mereka digaji standar UMK,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

Baca juga:  Himpitan Ekonomi, Curi Dompet Berisi Perhiasan Milik Tetangga
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *