AMLAPURA, BALIPOST.com – Tiap desa di zona aman, punya cara tersendiri dalam menangani para pengungsi. Sebab, tiap relawan punya tanggung jawab untuk membuat para pengungsi tak jenuh, tetap hidup sehat, sekaligus merasa nyaman. Seperti yang dilakukan relawan penanganan pengungsi di Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, ratusan pengungsi di tempat ini diperlakukan dengan baik.

Salah satunya terkait konsumsi, sesekali para pengungsi diajak magibung bersama, untuk menghilangkan kejenuhan makan mie instan dan telur goreng. Sedangkan untuk anak-anak, para relawan juga menyediakan odong-odong sebagai hiburan.

Desa Tianyar Tengah ada sembilan titik pengungsian. Titik pengungsian di Banjar Penginyahan ini ada 293 orang pengungsi dari Desa Ban, di antaranya dari Banjar Daya, Pucang, Perasan, Temakung dan Cutcut.

Koordinator Posko Pengungsi di tempat ini, Gede Wirya, Jumat (13/10) siang, mengatakan tidak semua pengungsi ditempatkan dalam satu tempat. Beberapa pengungsi, seperti lansia, ibu hamil, balita dan anak-anak diprioritaskan ditempatkan di rumah-rumah warga dan gedung TK di sekitarnya.

Selama ini, mereka memenuhi kebutuhan logistik dari sumbangan komunitas masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat setempat serta donatur lainnya. Kebutuhan konsumsi menjadi perhatian khusus di tempat ini.

Baca juga:  Gempabumi di Lombok Barat, Dirasakan di Karangasem

Sebab, berhasil atau tidaknya desa menangani pengungsi, adalah pengungsi tetap bisa hidup sehat dan merasa nyaman, meski berada di tengah suasana ancaman bencana. Salah satu yang menjadi sorotan, adalah kebutuhan konsumsi para pengungsi.

Untuk menghilangkan kejenuhan tiap hari hanya makan mie instan dan telur goreng, relawan setempat sesekali mebat bersama para pengungsi, layaknya budaya orang Bali yang punya hajatan. Jadi, masyarakat setempat mebat mengolah sendiri kebutuhan konsumsi seluruh pengungsi.

“Biasanya ada saja donatur datang membawa sumbangan untuk kebutuhan mebat ini. Jadi, kita garap bersama para pengungsi. Setelah itu, kita makan bersama atau megibung di tenda-tenda pengungsian. Jadi, pengungsi tak jenuh hanya makan mie instan. Tiap dua hari sekali, pengungsi juga kami sediakan snack,” kata Gede Wirya.

Dengan demikian, sesekali para pengungsi tetap bisa menikmati daging, meski tak sesering biasanya. Gibungan para pengungsi, layaknya masyarakat yang punya hajatan, meski tidak selengkap biasanya. Tetapi, ini cukup membuat para pengungsi antusias. Sekaligus sejenak melupakan situasi genting di sekitar lereng Gunung Agung.

Baca juga:  Empat Pendaki Tersesat di Gunung Agung

Selain itu, untuk menghilangkan kejenuhan para pengungsi, khususnya para ibu-ibu, para relawan setempat menyediakan daun lontar, agar bisa diolah bersama-sama menjadi berbagai bentuk kerajinan, seperti kulit tipat, ingke, kulit canang hingga jemper. Bahkan, ada pula yang menjual madu asli. “Kalau sudah banyak, nanti diambil sendiri oleh pengepul. Para pengungsi cukup produktif. Ingke saja sehari bisa selesai lebih dari 100 buah,” kata Klian Banjar Dinas Penginyahan, Ketut Sudarmawan.

Sebagai hiburan, tiap malam para pengungsi juga dihibur dengan berbagai pentas musik. Ada pula permainan-permainan unik, untuk tetap mengasah otak anak-anak sekaligus menghilangkan rasa jenuh.

Bahkan, relawan setempat juga menyediakan odong-odong untuk para pengungsi anak-anak. “Kita tidak tahu, kapan ini berakhir. Jadi, kita perlakukan pengungsi layaknya saudara sendiri. Semua dilakukan secara gotong royong,” kata Sudarmawan.

Pihaknya berupaya memfasilitasi pengungsi agar tetap bisa hidup layak. Selain masalah konsumsi, hiburan hingga pemberdayaan, lokasi pengungsian ini juga menyediakan delapan kamar mandi lengkap dengan tempat jemur pakaian.

Baca juga:  Petani Bersihkan Abu Pada Tanaman Jeruk

Anggota DPRD Karangasem dapil Kubu Nyoman Musna Antara, mengatakan kebutuhan pengungsi harus tetap terpenuhi. Pihaknya meminta pemerintah daerah tetap hadir, bertanggung jawab dalam mengatasi setiap persoalan para pengungsi.

Sejauh ini, dia mengatakan penanganan pengungsi di Kecamatan Kubu cukup baik. Relawan di tiap desa yang jadi posko pengungsian cukup bertanggung jawab menangani pengungsi.

Ini cukup menutupi kekurangan pemerintah daerah dalam menangani pengungsi. Sekarang yang perlu diperhatikan pemerintah adalah dukungan logistik. Sebab, tak mungkin pasokan logistik terus-terusan mengandalkan para donatur. Terlebih, masyarakat belum menghadapi bencana yang sebenarnya.

Tiap hari di tempat ini menghabiskan satu kuintal beras untuk menghidupi sekitar 300 pengungsi. Malah, jumlahnya terus bertambah.

Untuk saat ini, kebutuhan logistik masih cukup hingga sebulan ke depan dengan catatan jumlah pengungsi tak bertambah. Tetapi, sampai kapan warga akan mengungsi, tidak ada yang berani memastikan. Oleh karena itu, kebutuhan logistik harus dipikirkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi sampai bataa waktu yang tidak bisa ditentukan. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *