JAKARTA, BALIPOST.com – Pilkada Serentak 2018 gelombang ketiga dikhawatirkan masih akan dibayangi persoalan datar pemilih tetap (DPT) dan pengerahan aparatur sipil negara (ASN) atau pengerahan pegawai negeri sipil (PNS).

Persoalan tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat Komite  I DPD RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/9).

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan saat ini KPU terus menyelesaikan tahapan persiapan pilkada serentak gelombang ketiga Tahun 2018 antara lain, penyusunan dan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), pengolahan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4), serta pemutakhiran data dan daftar pemilih.

Baca juga:  Pemilu Serentak, KPU Diingatkan Potensi Kegagalan

“KPU juga telah menyelesaikan sembilan Peraturan KPU (KPU), di mana lima di antaranya sudah dikonsultasikan dengan pemerintah dan DPR, sedangkan empat sisanya masih menunggu jadwal konsultasi,” ungkapnya.

Selain itu KPU juga sudah mempunyai sistem informasi yang sudah dikembangkan untuk menunjang pelaksanaan pilkada, pileg dan pilpres nanti. “Untuk urusan logistik, kami membuat kotak transparan yang dapat digunakan selain pada pilkada juga dapat digunakan pada Pileg-Pilpres 2019,” jelas Arief.

Pilkada Serentak tahun 2018 yang akan diikuti 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota. KPU berharap penyelenggaraan pilkada serentak 2018 berjalan semakin baik.

Sementara itu, Ketua Komite I DPD RI Ahmad Muqowam mengatakan hasil pengawasan DPD RI dalam proses penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2017 yang diselenggarakan pada 15 Februari lalu, masih banyak ditemukan persoalan. Ia berharap berbagai persoalan pilkada serentak tahun lalu tidak lagi terulang dan KPU sudah menyiapkan formula untuk mengatasinya.

Baca juga:  Jelang Pilkada 2020, Polda Undang Komunitas Peduli Pemilu

Berbagai masalah yang dicatat DPD pada pilkada serentak gelombang II lalu terkait regulasi diantaranya; penyusunan beberapa PKPU mengalami inkonsistensi, serta cuti bagi petahana yang berakhir 3 hari sebelum masa tenang dipandang masih memiliki dampak pada potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk mempengaruhi jalannya proses pemilihan.

Sedangkan dari aspek operasional, permasalahan yang muncul adalah pencairan anggaran diberbagai tempat yang mengalami keterlambatan, validitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan penggunaan surat keterangan untuk memilih masih bermasalah.

Baca juga:  Pilkada Serentak di 270 Daerah, Ini Jumlah Petahana yang Ikutan

Selain itu, pemahaman Kelompok Penyelenggara Pemunguan Suara (KPPS) dalam menjalankan tugasnya di sejumlah daerah masih belum seragam, distribusi logistik yang masih belum optimal terutama pada daerah- daerah kepulauan, daerah terluar dan terpencil, masih adanya pemungutan suara ulang di beberapa daerah, dan beberapa temuan lama seperti adanya politik uang (money politic), politisasi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Gangguan keamanan dan letupan ekses dalam Pilkada Serentak 2017 juga terjadi di beberapa daerah, seperti di Papua Barat dan Papua,” ingat senator dari daerah pemilihan Jawa Tengah itu. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *