
SINGARAJA, BALIPOST.com – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja memperketat pengawasan dalam proses penerbitan paspor sepanjang tahun 2025. Hasilnya, sebanyak 13 permohonan pembuatan paspor dibatalkan karena diduga kuat akan digunakan oleh calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang hendak bekerja ke luar negeri melalui jalur nonprosedural atau ilegal.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja, Anak Agung Gde Kusuma Putra dikonfirmasi Kamis (25/12) menjelaskan pembatalan tersebut merupakan pencegahan terhadap praktik kerja ilegal di luar negeri yang berpotensi menimbulkan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Permohonan yang kami batalkan terindikasi kuat akan digunakan untuk bekerja di luar negeri secara ilegal. Indikasi itu terdeteksi sejak proses wawancara hingga diperkuat dengan pemeriksaan intelijen keimigrasian,” ujar Kusuma Putra.
Sepanjang 2025, Imigrasi Singaraja mencatat telah menerbitkan sebanyak 13.473 paspor. Dari jumlah tersebut, paspor dengan tujuan wisata mendominasi dengan 4.442 dokumen.
Disusul paspor untuk bekerja formal sebanyak 3.791, paspor belajar 2.896, paspor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 1.460, serta sisanya untuk keperluan umroh, haji, dan pengobatan.
Meski jumlah penerbitan paspor tergolong tinggi, Kusuma Putra menegaskan pihaknya tetap selektif dalam menilai setiap permohonan. Dalam 13 kasus yang dibatalkan, petugas menemukan sejumlah kejanggalan, mulai dari jawaban pemohon yang tidak konsisten saat wawancara, tujuan keberangkatan yang tidak jelas, hingga tidak adanya surat pengantar dari kepala lingkungan setempat.
“Terdeteksi saat wawancara, tujuan mau ke mana dan siapa yang didatangi tidak jelas, keterangannya berubah-ubah, serta tidak ada pengantar dari kepala lingkungan. Setelah diperiksa di bagian intelijen, dicurigai akan bekerja secara ilegal di luar negeri,” jelasnya.
Pemohon paspor yang dibatalkan tidak hanya berasal dari wilayah Buleleng. Sejumlah pemohon justru datang dari luar Provinsi Bali dan mencoba mengajukan permohonan paspor di Singaraja.
Bahkan, salah satu pemohon diketahui pernah bekerja secara ilegal di luar negeri dan berupaya kembali berangkat dengan paspor baru.
“Rata-rata yang kami tolak warga Bali, tetapi ada juga dari luar provinsi seperti Medan. Setelah kami telusuri, sebelumnya mengajukan paspor dengan tujuan wisata di kantor imigrasi lain, namun ternyata digunakan untuk bekerja. Karena tidak nyaman, yang bersangkutan kabur dan mencoba membuat paspor baru di sini,” terangnya.
Selain memperketat pengawasan permohonan paspor, Imigrasi Singaraja juga aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya warga Buleleng, mengenai prosedur resmi bekerja ke luar negeri. Langkah ini dilakukan sebagai upaya preventif untuk menekan angka PMI nonprosedural dan mencegah terjadinya TPPO.
“Kami mengimbau masyarakat agar selalu menempuh jalur resmi jika ingin bekerja ke luar negeri, demi keselamatan dan perlindungan hukum,” pungkas Kusuma Putra. (Nyoman Yudha/balipost)










