
DENPASAR, BALIPOST.com – Seluruh fraksi DPRD Bali menyampaikan pandangan umum terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Bali tentang Pengendalian Toko Modern Berjejaring, dan Ranperda Provinsi Bali tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee, pada Rapat Paripurna ke-17 DPRD Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (15/12).
Dalam pandangan umumnya, seluruh fraksi DPRD Bali sepakat dan mendukung kedua Ranperda tersebut dijadikan Perda.
Fraksi PDI Perjuangan yang dibacakan oleh Anak Agung Istri Paramita Dewi, menyambut positif atas penjelasan Gubernur Bali terhadap Ranperda Pengendalian Toko Modern Berjejaring, serta Ranperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee.
Dikatakan, ini sebagai langkah strategis Pemerintah Provinsi Bali dalam memperkuat landasan hukum pembangunan daerah, membantu meningkatkan tata kelola pemerintahan, dan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang dinamis.
Fraksi PDI Perjuangan memandang pengaturan terhadap keberadaan dan sebaran toko modern berjejaring merupakan instrumen penting dalam menjaga keseimbangan struktur perekonomian daerah. Sebab, keberadaan toko modern telah dirasa menimbulkan ketimpangan apabila tidak diatur secara proporsional.
Oleh karena itu, pengendalian toko modern berjejaring perlu diarahkan untuk memperkuat dan melindungi eksistensi usaha mikro, kecil, dan menengah, pasar tradisional, serta pelaku ekonomi lokal, sekaligus menjaga tatanan sosial dan budaya masyarakat Bali.
Terkait Ranperda Provinsi Bali Tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee, Fraksi PDI Perjuangan sepakat bahwa pengaturan ini merupakan manifestasi konkret dalam menjaga kedaulatan dan keberlanjutan ruang hidup bagi masyarakat. Ranperda ini merupakan upaya fundamental untuk melindungi lahan produktif sebagai sumber penghidupan, ketahanan pangan, dan penopang keberlanjutan sosial, budaya, serta lingkungan hidup di Provinsi Bali.
Fraksi PDI Perjuangan memandang bahwa maraknya alih fungsi lahan produktif serta praktik penguasaan lahan melalui mekanisme nominee telah menimbulkan dampak serius terhadap keberlanjutan sektor pertanian, melemahkan ketahanan pangan daerah, serta meningkatkan ketimpangan penguasaan tanah yang pada akhirnya meminggirkan masyarakat lokal sebagai subjek utama pembangunan.
Fenomena tersebut tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga berimplikasi terhadap tatanan sosial, budaya, dan keseimbangan lingkungan hidup di Bali.
Oleh karena itu, Ranperda ini harus dirancang sebagai pengaturan yang tegas, disertai mekanisme pengawasan yang terstruktur serta penegakan hukum yang efektif. Pengaturan tersebut diperlukan untuk memastikan pemanfaatan dan penguasaan lahan di Bali tetap berpihak pada kepentingan masyarakat, menjaga keseimbangan tata ruang, terutama menjamin keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi kini dan mendatang.
Fraksi Gerindra-PSI yang dibacakan Grace Anastasia Surya Widjaya juga sepakat kedua ranperda ini dijadikan perda. Menurutnya, pertumbuhan toko modern berjejaring di Provinsi Bali saat ini telah melampaui fungsi normalnya sebagai instrumen distribusi barang dan jasa, dan cenderung membentuk dominasi pasar yang berpotensi menggerus eksistensi warung rakyat, pelaku UMKM lokal, serta struktur ekonomi berbasis kerakyatan.
Sehingga hal ini merugikan bagi para pedagang pasar tradisional. Apabila kerugian yang dirasakan oleh pedagang pasar tradisional ini terus berlangsung, maka dampaknya juga pada matinya perdagangan di pasar tradisional itu yang akan mempengaruhi perekonomian masyarakat setempat.
Soal Ranperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee, Fraksi Gerindra-PSI mengapresiasinya. Namun, Fraksi Gerindra-PSI mempertanyakan pemaknaan Ranperda ini.
Apakah larangan alih kepemilikan lahan secara nominee yang dimaksudkan dalam Ranperda hanya berlaku dan diberlakukan terhadap alih fungsi lahan produktif, sehingga secara a contrario apakah untuk lahan non produktif dapat dilakukan alih kepemilikan secara nominee? Bagaimana jika nominee itu terjadi, namun tidak melibatkan unsur asing atau dilakukan sesama WNI apakah perbuatan tersebut tidak dilarang atau sah secara hukum?
Jika terjadi perbedaan perlakuan bukankah hal tersebut bersifat diskriminatif yang bertentangan dengan asas hukum pembentukan perundang-undangan yaitu asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Hal senada juga disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar yang dibacakan I Nyoman Wirya. Diungkapkan bahwa perkembangan Toko Modern Berjejaring di Bali sudah sangat pesat dan menjamur sampai ke desa bahkan ke banjar-banjar yang berpotensi mematikan warung-warung UMKM dan koperasi. Begitu juga terkait Ranperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee.
Dikatakan, akar permasalahan alih fungsi lahan adalah terjadinya ketimpangan pendapatan antara sektor pariwisata dengan sektor pertanian, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bersama untuk diselesaikan. Fraksi Golkar berharap Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali ditingkatkan menjadi Perda dan mengharuskan semua hotel/restoran/supermarket membeli minimal 80% hasil bumi dan produk lokal Bali, sehingga petani, peternak dan UMKM merasakan manfaat dari sekotor pariwisata dan hidupnya lebih sejahtera.
Ketua Fraksi Nasdem-Demokrat Dr. Somvir setuju untuk membahas kedua Ranperda ini lebih lanjut agar bisa ditetapkan menjadi perda.
Rapat Paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya didampingi Wakil Ketua I DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra. (Ketut Winata/balipost)










