Pemasangan seng sebagai aksi protes penutupan sementara 13 akomodasi wisata di DTW Jatiluwih. (BP/man)

TABANAN, BALIPOST.com – Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya menerima audiensi para pelaku usaha dan petani di Jatiluwih pascapenyegelan belasan akomodasi pariwisata di LP2B dan LSD oleh Tim Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali pada Selasa (2/12).

Dalam kesempatan itu, Sanjaya sempat mengomentari aksi pemasangan seng dan plastik yang dilakukan petani sebagai bentuk protes, Sanjaya mengingatkan agar masyarakat berhati-hati agar situasi tidak melebar ke ranah hukum.

“Saya khawatir aksi ini ditunggangi pihak yang tidak bertanggung jawab dan memperkeruh suasana. Bisa saja menjurus ke urusan pidana. Karena itu, pelepasan seng dan plastik sebaiknya dilakukan jika sudah ada kepastian dan kesepahaman bersama,” tegasnya.

Sebelumnya, pada Jumat (5/12), sekitar 30 petani memasang puluhan lembar seng sebagai bentuk desakan agar pemerintah segera membuka ruang dialog dan menemukan solusi atas penertiban yang dilakukan Pansus TRAP DPRD Bali bersama Satpol PP Bali pada Selasa (2/12).

Baca juga:  Polsek Antisipasi Balapan Liar Setiap Malam Minggu

Salah satu warga I Wayan Subadra, pemilik Warung Wayan Jatiluwih yang masuk dalam pelanggaran 13 akomodasi pariwisata tersebut, mengatakan aksi kali ini merupakan kelanjutan dari pemasangan seng sehari sebelumnya.

Sebanyak 30 lembar seng kembali dipasang di sekitar Warung Sunari yang sebelumnya ditutup oleh Pansus TRAP, serta sepanjang jalur subak di sisi selatan. Tak hanya seng, plastik berwarna hitam juga dipasang di areal masuk subak sepanjang 4 meter.

“Masih ada kiriman 65 seng tambahan dan besok akan dipasang lagi. Titik pemasangannya akan kami diskusikan,” ujar Subadra.

Baca juga:  Korupsi SPI Unud, Rektor Dijadikan Tersangka

Menurutnya, pemasangan seng dilakukan mulai pukul 09.00–11.00 WITA. Selain seng, warga juga memasang plastik sepanjang sekitar 40 meter di jalur subak sebagai tanda penolakan dan solidaritas.
Beberapa material seng disebut merupakan bantuan dari rekan mereka yang memiliki usaha restoran di kawasan tersebut.

Subadra menegaskan, aksi pemasangan seng bukan semata wujud protes, melainkan dorongan agar pemerintah lebih cepat merespons keresahan warga setelah penutupan yang dinilai membuat ketidakpastian bagi pelaku usaha lokal.

“Aksi ini kami lakukan agar pemerintah mau duduk bersama mencari solusi terbaik. Kami berharap ada aturan baru agar persoalan seperti ini tidak terulang,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan I Nengah Sridana. Ia mengungkapkan pemasangan seng juga dilakukan di area Tempek Telabah Gede dan Tempek Telabah Muntig Subak Jatiluwih.

Baca juga:  DPD RI Dapil Bali, Rai Mantra Sementara Unggul

Selain seng, petani turut memasang plastik di pinggir jalan untuk merusak pemandangan sawah di Subak Jatiluwih yang menjadi daya tarik utama wisata.

Menurut Sridana, aksi lanjutan ini dilakukan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib petani kecil yang menggantungkan hidup dari usaha sederhana di kawasan pertanian.

“Aksi ini kami lakukan supaya ke depannya usaha kecil tidak langsung ditindak. Kami ingin pemerintah mendengar suara rakyat, jangan hanya memberi janji,” ujarnya.

Bendesa Adat Jatiluwih, I Wayan Yasa, menegaskan masyarakat adat akan tetap memperjuangkan keadilan dengan cara-cara yang sesuai adat dan hukum. “Kami berharap pihak provinsi segera membuka garis penyegelan sehingga akomodasi pariwisata warga bisa kembali jalan,” ujarnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN