
MANGUPURA, BALIPOST.com – Setelah proses mediasi damai di Polsek Kuta Selatan (Kutsel), sopir truk asal NTT yang mengamuk dan berselisih dengan warga Jimbaran melaksanakan Upacara Bendhu Piduka pada Kamis (4/12). Upacara yang difasilitasi Desa Adat Jimbaran ini digelar di lokasi kejadian, tepatnya di Jalan Puri Gading, Jimbaran.
Acara dihadiri Bendesa Adat Jimbaran, sejumlah perwakilan warga, pihak warga NTT beserta kuasa hukumnya. Upacara dipuput oleh Jro Mangku Gede Suardana yang juga menjabat sebagai Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kuta Selatan.
Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga, menyampaikan rasa terima kasih atas itikad baik semua pihak dalam menyelesaikan persoalan ini.
“Kami sangat berterima kasih. Yang terpenting, apa yang terjadi di Jimbaran bisa dibersihkan secara skala dan niskala. Secara skala, di Polsek sudah selesai. Semoga penyelesaian ini membuat pikiran baik datang dari segala penjuru untuk semua, bukan hanya untuk kami, korban, ataupun pelaku, tetapi untuk semua pihak,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Bali menjunjung keseimbangan antara skala dan niskala sebagai bagian dari ajaran Hindu Dharma serta adat istiadat Bali. Karena itu, penyelesaian secara adat merupakan hal yang wajib dilakukan.
“Kami sangat berterima kasih kepada abang-abang dari NTT yang memahami hal ini, ikut hadir, bahkan membiayai upacara ini.” jelasnya.
Rai Dirga berharap momentum ini dapat mempererat komunikasi antara warga Bali dan komunitas NTT yang ada di Bali dan Jimbaran khususnya.
“Mudah-mudahan dengan berakhirnya ini, hubungan baik kita tetap terjaga. Kami berharap adik ini bisa menjadi duta bagi teman-temannya. Ke depan, siapa pun yang mendapat persoalan serupa di desa adat manapun, mari berkolaborasi, saling menghargai, dan bisa menempatkan diri sesuai batas masing-masing,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa banten atau perlengkapan upacara dibuat sederhana namun penuh makna. “Nilainya yang paling penting dipahami bersama, agar ke depannya kita semua menjadi lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum warga NTT, Alexius Barung, menilai upacara ini sebagai momentum penting untuk perubahan. “Kami sangat menghargai upacara ini karena esensinya adalah mecaru, menetralisir hal-hal negatif menjadi positif. Dari hati nurani, kami sangat menghargainya. Ini pelajaran bagi kami agar ke depannya lebih baik lagi,” ungkapnya.
Alexius juga menyampaikan harapan agar warganya melakukan pembenahan perilaku. “Kami berharap masyarakat kami, baik yang baru datang maupun yang sudah lama tinggal di sini, bisa melakukan perubahan. Kurangi minum, kurangi ugal-ugalan di jalan, dan kurangi berantem karena citra kami di Bali cukup buruk. Dengan acara ini, semoga semua mendapatkan energi positif dan citra warga NTT di Bali juga semakin baik,” katanya.
Dalam kesempatan itu, pemuput upacara dan Ketua Parisada Kuta Selatan, Jro Mangku Ketut Suardana, turut menjelaskan makna Bendhu Piduka dan berharap insiden seperti ini tidak kembali terjadi.
Ketua PHDI Kecamatan Kutsel ini, menjelaskan, upacara dilaksanakan sesuai kesepakatan yang telah disetujui dan berdasarkan awig-awig Desa Adat Jimbaran setelah terjadi kesepakatam damai.
Dijelaskan, ketika terjadi peristiwa yang menyebabkan percikan darah, pelaku diwajibkan menjalani sanksi berupa pemrayascita desa. Upacara ini, sebut Jro Mangku juga sebagai pengingat bagi masyarakat bahwa kehidupan harus dijalani dengan saling menghargai. (Sugiadnyana/denpost)










