Mediasi antar pihak terkait pengelolaan pasar adat di Lapangan Pergung di Kecamatan Mendoyo, Rabu (3/12).(BP/istimewa)

NEGARA, BALIPOST.com – Perselisihan antara Banjar Adat Bale Agung dan panitia Pasar Adat Pergung terkait pengelolaan pasar adat di lapangan Pergung, akhirnya kedua pihak dimediasi di Kantor Camat Mendoyo, Rabu (3/2).

Kisruh ini mencuat dipicu dampak kegiatan pasar adat yang digelar sekitar dua pekan saat libur Galungan dan Kuningan hingga kompensasi bagi desa penyanding.

Kelian Adat Bale Agung, I Kadek Sastrawan, mengatakan kompensasi sebesar Rp5 juta untuk setiap penyelenggaraan pasar adat tak kunjung masuk ke banjar. Kesepakatan itu, menurutnya, telah dibuat enam bulan lalu sebagai bentuk apresiasi terhadap peran banjar yang ikut menjaga keamanan dan ketertiban selama kegiatan berlangsung.

Baca juga:  Mediasi Mentok, Warga Tirtakusuma Minta Kelian Dinas Mundur

Sastrawan mengaku empat kali mengupayakan komunikasi dengan panitia, namun tak membuahkan hasil. Kondisi itu membuatnya memilih menyampaikan keluhan melalui media sosial. Ia juga menyinggung dampak pasar adat, mulai kebisingan, kemacetan, hingga kebersihan di sekitar Pura Beji yang menurutnya kerap dijadikan tempat mandi sejumlah pedagang.

“Ini bukan soal besar kecilnya dana. Yang utama adalah komitmen dan koordinasi. Kalau memang tidak jelas, lebih baik pasar adat dihentikan,” tegasnya.

Ketua Panitia Pasar Adat Pergung, I Nengah Ridja, memberikan penjelasan berbeda. Ia membantah adanya kesepakatan mengenai kompensasi Rp5 juta. Ridja menegaskan, jika ada perjanjian resmi, pihaknya pasti menjalankan. Ia menuturkan bahwa ia hanya pernah menyerahkan dana Rp 2,5 juta.

Baca juga:  Lima Tersangka Hadir di Rekonstruksi Pembunuhan Berencana Brigadir J

Ridja yang mengaku telah lama terlibat dalam kegiatan pasar adat ini menyampaikan bahwa Pasar Adat Pergung setiap Galungan dan Kuningan mampu menghasilkan omzet signifikan, di mana sebagian besar pendapatan mengalir ke Desa Adat Pergung dan sebagian lainnya dibagikan ke desa penyanding. Ke depan, Ridja berkomitmen berkoordinasi langsung dengan kelian adat.

Camat Mendoyo, I Putu Nova Noviana, yang memimpin jalannya mediasi, menilai kisruh ini terjadi karena miskomunikasi antara panitia dan pihak banjar. Ia menekankan bahwa pemanfaatan Lapangan Pergung sebagai lokasi pasar adat mestinya diikuti dengan kontribusi yang jelas bagi desa adat, terlebih area tersebut merupakan aset kecamatan yang berdekatan dengan Desa Adat Tegalcangkring.

Baca juga:  Keluarga Puri Kanginan Tuntut Disbud Buleleng Buat Tempat Parkir Baru

Dari proses mediasi tersebut, disepakati perlunya perbaikan pola komunikasi antara Desa Adat Pergung dan Desa Adat Tegalcangkring yang bersebelahan. Mekanisme kompensasi juga akan ditetapkan lebih jelas sebelum pasar adat kembali diselenggarakan. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN