Papan pengumuman penyegelan yang dipasang Pemkot Denpasar di salah satu proyek pengembang perumahan di kawasan Renon, Denpasar. Penyegelan dilakukan karena ditemukan adanya pelanggaran Perda nomor 8 tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar telah menetapkan 986,95 hektare Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta 1.081,96 Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Dengan itu sejumlah pembangunan di Denpasar yang dilakukan pada KP2B dihentikan paksa.

Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Denpasar, Gandhi Dananjaya Suarka saat diwawancarai, Kamis (13/11), mengatakan, tercatat sudah ada 23 pembangunan yang diberikan tindakan dari sidak yang dilakukan sejak beberapa hari lalu.

Termasuk pada sidak yang digelar bersama Satpol PP Kota Denpasar pada Rabu (12/11), juga menindak 3 pembangunan yang berada pada KP2B. Adapun wilayah yang menjadi sasaran penindakan yakni Cekomaria, Desa Peguyangan Kangin, Denpasar Utara dan Jalan Tukad Balian, serta Jalan Hang Tuah.

Baca juga:  Fenomena Digital, Peluang Bali Munculkan Keunikan Garap Wisatawan Milenial

Dikatakannya, sidak ini akan terus berlanjut mengingat disinyalir banyak pembangunan baik tempat usaha ataupun rumah di KP2B. Selain pembangunan yang masih tahap konstruksi, sidak juga akan dilakukan pada bangunan yang sudah berdiri yang disinyalir melanggar.

“Saat ini kita baru menyasar bangunan yang masih tahap konstruksi untuk kita hentikan. Ke depan, sidak akan terus berlanjut termasuk pada bangunan yang sudah berdiri karena disinyalir banyak sekali pembangunan baik itu tempat usaha atau rumah yang dibangun pada KP2B,” terangnya.

Terhadap bangunan yang melanggar, pihaknya melayangkan surat peringatan ketiga (SP3) sekaligus memasang spanduk penghentian kegiatan lantaran proyek dan bangunan tersebut terbukti tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) maupun persetujuan bangunan gedung (PBG). “Mereka membangun tanpa izin sama sekali dan mengalihfungsikan lahan pertanian KP2B serta hortikultura menjadi bangunan tempat usaha. Ini jelas pelanggaran,” tegasnya.

Baca juga:  Kelengahan Berakibat Fatal! 2 Hari Berturut Denpasar Alami Lonjakan Kasus COVID-19

Menurut Gandhi, proses penindakan dilakukan bertahap melalui SP1, SP2, hingga SP3. Pemasangan spanduk dilakukan bersamaan dengan keluarnya SP3 sebagai bentuk penghentian resmi kegiatan pembangunan.

“Kami sudah memberikan kesempatan dengan tiga kali peringatan, namun tidak digubris. Akhirnya kami pasang spanduk dan hentikan aktivitas di lokasi,” ujarnya.

Terkait sanksi, Gandhi menyebut Pemkot Denpasar kini mulai menerapkan ketentuan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 68 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penertiban Bangunan Tanpa Izin, yang memberikan dasar hukum pemberian denda administratif bagi pelanggar.

Baca juga:  Warga Terinfeksi COVID-19 di Bali Makin Bertambah, Hari Ini di Atas 110 Orang

Namun demikian, Gandhi mengakui penegakan aturan di lapangan masih menghadapi kendala, terutama terkait anggaran pembongkaran bangunan ilegal. Menurut Gandhi, bangunan lainnya yang sudah dibangun lama juga sudah mendapat peringatan agar segera melakukan pembongkaran jika tidak maka mereka juga akan dikenakan denda.

“Kalau pembongkaran dilakukan pemerintah, butuh dana cukup besar. Maka untuk sementara kami kenakan denda administrasi langsung Rp50 juta dan denda tahunan selama bangunan belum dibongkar. Lama kelamaan, beban dendanya akan berat bagi pelanggar,” imbuhnya. (Widiastuti/balipost)

BAGIKAN