Gubernur Bali, Wayan Koster saat ditemui usai Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, di The Sakalq Resort, Badung, Kamis (6/11). (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali sering dijadikan tempat penyelenggaraan event internasional. Namun, Bali kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat. Bahkan, dana transfer ke daerah (TKD) tahun anggaran 2026 dipangkas hingga mencapai Rp1,7 triliun.

Hal ini diungkap langsung oleh Gubernur Bali, Wayan Koster pada Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di The Sakala Resort, Badung, Kamis (6/11).

Gubernur Bali, Wayan Koster meminta agar pemerintah pusat membuka potensi daerah berdasarkan karakteristiknya serta mendapatkan empowerment dengan undang-undang.

“Mohon maaf ini, mungkin semangatnya dulu kita terlalu kuat dengan prinsip satu Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhinneka. Akibatnya turunan kebijakan pusat ke daerah itu betul-betul diikat, diseragamkan semua. Semangat menyeragamkannya itu tinggi sekali. Padahal, kondisi daerahnya kan beda-beda. Nggak mungkin kita menyeragamkan untuk kondisi yang satu daerah dengan daerah lain itu berbeda,” ucap Koster.

Baca juga:  Gubernur Koster Siap Bantu Tes Antigen Warga Banjar, Syaratnya Ini

Ini kata Koster membuat timbulnya gap langsung oleh sistem itu sendiri yang otomatis juga membuat gap antar daerah satu dengan daerah lain. Sebab, daerah tersebut tidak bisa berkembang optimal akibat daripada regulasi yang tidak sejalan dengan potensi daerahnya.

“Daerah perusahaan tentu beda treatmentnya dengan daerah kepulauan, beda treatmentnya dengan daerah kelautan, beda treatmentnya dengan daerah yang penghasil kelapa sawit, beda terimanya dengan daerah yang punya sumber daya alam yang tinggi,” bebernya.

Regulasi saat ini bagi daerah yang memiliki tambang, minyak, gas, batu bara, otomatis akan mendapatkan alokasi dana bagi hasil. Lantas bagaimana yang hanya memiliki pariwisata, yang hanya mendapatkan DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), dan DBH (Dana Bagi Hasil). Terlebih saat ini terdapat kebijakan dana transfer daerah dikurangi.

“Bali Rp1,7 triliun totalnya Pak, Kabupaten kota-kota di Bali berkurang Rp1,7 triliun. Jadi cukup besar dampaknya. Tapi kota-kota di Bali, saya udah arahin semua harus jalan dengan kondisi yang ada. Lakukan cara yang efisien untuk mengelola ini,” terangnya.

Baca juga:  Gubernur Koster Dampingi Menhub Tinjau Proyek Pelabuhan Sanur dan Terminal VVIP Bandara Udara I Gusti Ngurah Rai

Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini juga memaparkan perlunya penopangan anggaran untuk pemajuan kebudayaan dan pariwisatanya harus ada insentif. Kemudian juga ekosistem lingkungannya harus diurus. Infrastrukturnya juga diperhatikan agar tidak ada kemacetan dimanapun.

“Karena Bali ini selain menjadi destinasi wisata utama dunia, Bali kan lebih, ya terpaksa harus ngomong ini Pak, kan semua juga orang tahu. Bali kan lebih terkenal dari pada Indonesia. Coba saja mau bikin event apa gitu, begitu bilang Bali pasti ramai ke Bali. Tapi kan kita nggak dapat hadiah apa-apa. Infrastrukturnya harusnya bagus, transportasinya harus bagus, alamnya harus bersih. Nah ini nggak menjadi bagian daripada strategi kebijakan pemerintah pusat,” tandasnya.

Baca juga:  Denpasar Mulai Gelar Booster COVID-19 Kedua untuk Lansia

Dalam rangka momentum perbaikan UUD Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Koster meminta agar pemerintah pusat memperhatikan hal ini. Kemudian termasuk juga kebutuhan keamanan di Bali. Sebab Bali merupakan desinasi wisata yang besar, dinamika orang asing di Bali cukup besar, sehingga penanganan keamanannya tidak bisa disamakan dengan daerah lain.

“Di sini orang asingnya banyak, di pantai banyak, di gunung banyak, kemudian di sejumlah desinasi wisata banyak. Nggak bisa diberikan treatment yang sama dalam hal penanganan keamanan,” paparnya.

Diakuinya, Polda Bali kewalahan dan dalam konteks keamanan ini. Tidak saja untuk kepentingan wisatawan, tapi juga orang datang ke Bali dengan tujuan berbagai macam. Ada kepentingan ekonomi, politik, sosial, dan kepentingan lainnya.

“Jadi karena itu memang perlu format tersendiri untuk masalah penanganan di Provinsi Bali ini,” tegasnya. (Winata/balipost)

 

BAGIKAN