
NEGARA, BALIPOST.com – Pengungkapan kasus illegal logging (penebangan liar) di Klatakan akhir pekan lalu oleh Polres Jembrana, mengindikasikan masih ada aktivitas ilegal tersebut. Meski berada di hutan produksi terbatas, bukan tidak mungkin juga bisa terjadi di wilayah hutan lindung yang saat ini diberikan pengelolaan melibatkan masyarakat lewat program kehutanan sosial.
Kapolres Jembrana AKBP Kadek Citra Dewi Suparwati mengingatkan, kepada oknum yang didapati mengeluarkan kayu dari hutan ancaman penindakan pidana.
“Pertama kali kami menjabat kami sudah berkoordinasi dan menyampaikan kepada TNBB dan Kehutanan (KPH Bali Barat), bahwa kayu tidak boleh keluar dari hutan, termasuk pemanfaatan kan buah atau pemanfaatannya,” katanya.
Polres menurutnya juga telah membuat kerjasama dengan Kehutanan terkait hal tersebut. Masyarakat penyanding terutama pengelola hutan rakyat untuk pemanfaatan juga memiliki peran menjaga, termasuk membantu kepolisian melaporkan bila ada oknum atau aktivitas memotong pohon serta menjual kayu dari dalam hutan.
“Kami juga menyampaikan ke Polhut untuk melakukan evaluasi yang mendapatkan kepercayaan untuk memanfaatkan hutan lindung. Hutan di Jembrana sangat luas dan kepolisian maupun polhut terutama terbatas dari sisi jumlah. “Karena itu kami juga berharap ada kesadaran dari masyarakat untuk ikut menjaga dan melaporkan bila mana ada aktivitas memotong kayu dan membawa keluar,” tegas Kapolres.
Kepala KPH Bali Barat, Agus Sugiyanto mengatakan, keterbatasan polhut untuk mengawasi menjadi salah satu kendala. Namun dengan pola hutan rakyat ini, diharapkan masyarakat juga ikut menjaga dan hanya memanfaatkan lahan yang disetujui untuk kehutanan rakyat.
Dengan luas hutan 37.182 hektar, terutama di sisi Utara (hulu) dengan kawasan inti (hutan lindung) 21 ribu hektar jumlah polhut hanya dua orang di KPH Bali Barat. (Surya Dharma)









